Dari perjalanan hidup Rumi dan keluarganya di atas, kita dapat menarik pelajaran penting, bahwasanya hidup berdampingan dan menjalin hubungan akrab dengan penguasa absah selama penguasa tersebut bukan orang yang zalim. Sebaliknya, bila penguasanya berperilaku zalim, maka sikap kaums sufi pasti menjauhinya, seperti Abul Hasan asy-Syadzili yang menghindari komunikasi dan konta denga penguasa Daulah Muwahhidun.
Kedekatan dengan penguasa tidak mencegah kaum Sufi untuk menerima hadiah atau pemebrian. Misalnya, Bahauddin Walad (ayah Rumi) menerima hadiah berupa taman yang luas, setelah Sultan Alauddin Kaykubat berbaiat menjadi bagian dari muridnya. Berikutnya, Jalaluddin Rumi sendiri tidak menolak hadiah dari Sultan Alauddin Kaykubat berupa sebuah bangunan madrasah di Konya. Dua sufi ini, ayah dan anak, sama-sama ddekat dengan penguasa dan menerima hadiah dari penguasa. Semua ini menjadi pelajaran penting bagi kita di jaman sekarang. (*)
*) Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.