Cincin Para Wali
KH Imam Jazuli Lc--
SALAH satu ajaran penting dalam tradisi sufistik adalah istilah mereka tentang Cincin Para Wali (Khatam al-Awliya'). Tokoh pertama yang memperkenalkan istilah itu adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ali At-Trimidzi (w.285 H.). Namun, kitab at-Timirdzi yang berjudul Khatmu al-Awliya ini hilang, sehingga penjelasan detail tentang Cincin Para Wali dapat kita temukan dari karya-karya Ibnu Arabi, yaitu: Syahru al-Masail ar-Ruhaniah allati Sa-alaha al-Hakim al-Trimidzi, Futuhat al-Makkiyah, dan Fushush al-Hikam.
Sebelum memasuki penjelasan lebih jauh tentang Cincin Para Wali, lebih mudah bila kita memahami lebih dulu konsep Logos dalam tradisi filsafat Barat. Logos bisa berarti kata, rasio, atau pikiran batin itu sendiri (www.perseus.tufts.edu). Dengan begitu, logos dapat diartikan sebagai konten aktual setiap pembicaraan dan bagaimana konten tersebut diorgnisir. Lebih jauh, logos bisa diartikan sebagai teks, struktur dan konten teks (Owl.purdue.edu).
Konsep Logos dalam tradisi filsafat Barat bisa dipakai untuk menjelaskan konsep hakikat wujud dan hakikat kewalian dalam sufisme. Misalnya, Ibnu Arabi menyuduhkan satu istilah yang disebut sebagai "Hakikat Muhammad" atau "Ruh Muhammad". Istilah Ibnu Arabi tersebut menggambarkan bahwa asal muasal kehidupan rohani dan sumber utama yang menjadi rujukan ilmu para Nabiyullah dan Waliyullah adalah Hakikat Muhammad atau Ruh Muhammad.
BACA JUGA:Tingkat-tingkat Kewalian
Hakikat Muhammad ini manifes ke dalam rupa-rupa para Nabi sejak Adam as sampai Muhammad saw, dan juga manifes di dalam rupa-rupa para waliyullah sejak diangkat menjadi wali. Jadi, seluruh Nai dan Wali adalah bentuk-bentuk tajalli hakikat Muhammad ini. Hakikat Muhammad atau Ruh Muhammad juga disebut dengan nama lain, yaitu Nur Muhammad. Sedangkan Cincin Para Wali adalah tempat manifestasi Nur Muhammad ini.
Perbedaan antara Khatamul Awliya' dan Waliyullah yang lain adalah soal kuantitas dan kualitas manifestasi Nur Muhammad tersebut. Khatamul Awliya' atau Cincin Para Wali adalah pribadi yang paling sempurna dalam menerima manifestasi pancaran cahaya Nur Muhammad tersebut. Ibnu Arabi tidak mengingkari bahwa setelah ada Khatamul Awliya' ini muncul wali-wali lain. Para Wali ini bisa saja dari kalangan Umat Muhammad saw, maupun umat para Nabi yang lain (Ibnu Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, jilid 2, halaman 64).
Jadi, para wali itu mendapatkan dan mewarisi ilmu para Nabi. Ibnu Arabi hanya mengingkari kemunculan wali yang mewarisi ilmu batin Hakikat Muhammad setelah Khatam Awliya' ini muncul. Jadi, setelah Khatam Awliya' muncul maka tidak akan ada wali lain yang sederajat dengannya dalam mewarisi ilmu dari Hakikat Muhammad.
Ibnu Arabi memberikan penjelasan lain tentang kapan kemunculan Nur Muhammad dan Khatamul Awliya' ini. Menurutnya, Nur Muhammad sudah ada sejak Nabi Adam as masih berupa tanah dan air. Begitu juga, Khatamul Awliya' tersebut juga sudah eksis sebelum Adam as diciptakan dan diangkat menjadi Nabiyullah. Kemunculan dan keberadaan Nur Muhammad maupun Khatamul Awliya' ada sebelum alam semesta diciptakan (Ibnu Arabi, Fushus al-Hikam, 1946: 64).
Konsep Ibnu Arabi di atas memberikan konsekuensi lain. Yaitu, sebelum alam semesta material ini diciptakan, di sana sudah ada tiga wujud spiritual, yaitu: Nabi, Rasul, dan Wali. Kemudian, setelah alam semesta ini terciptakan, maka di sana ada wujud material, yaitu: Rasul dan Wali. Jadi, di alam lahiriah ini, para nabi dan rasul hanya akan memperoleh ilmu pengetahuan mereka dari Khatamul Anbiya’ atau Penutup Para Nabi, yaitu Nabi Muhammad saw. Sedangkan nabi dan rasul sebagai waliyullah, mereka hanya akan mendapatkan ilmu mereka dari Khatamul Awliya’ atau Cincin Para Wali (Ibnu Arabi, Fushus al-Hikam, 1946: 62).
Dari bangsa apakah Cincin Para Wali ini muncul? Ibnu Arabi mengatakan bahwa Cincin Para Wali itu bukan Al-Mahdi, yang juga akan dikenal sebagai Al-Muntazhar. Karena seorang Al-Mahdi al-Muntzhar harus berasal dari keturunan dan keluarga Nabi Muhammad saw. Khatumul Awliya' itu bukan dari garis keturunan Nabi dalam pentas historis itu. Tetapi, ia berasal dari keturunan akhlak Nabi saw secara spiritual (Ibnu Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, jilid , halaman 64).
Tepatnya, siapakah Khatamul Awliya’ atau Cincin Para Wali itu? Ibnu Arabi mengatakan, “mungkin akulah yang diangkat sebagai Khatamul Awliya' oleh Allah. Hal itu bukan perkara sulit bagi Allah Swt,” (Ibnu Arabi, Al-Futuhat al-Makkiyah, jlid 1, halaman 416). Di sini, Ibnu Arabi mengaku sendiri bahwa dirinya mendapatkan Khatmul Awliya’ atau Cincin Para Wali.
Terlepas benar atau tidaknya bahwa Ibnu Arabi seorang Khatamul Awliya’, kita di sini dapat melihat bagaimana proses keberadaan Khatamul Awliya’ tersebut. Ia lahir dari Khatimul Anbiya’ atau Penutup Para Nabi (Muhammad saw), dan kemudian Khatamul Awliya’ ini menjadi sumber ilmu pengetahuan ruhaniah para waliyullah lainnnya. Sedangkan Khatimul Anbiya’ menjadi sumber ilmu pengetahuan ruhaniah para nabi dan rasul lainnya. Tetapi, para nabi dan rasul sebagai wali, mereka mendapatkan ilmu pengetahuan batiniahnya dari Khatamul Awliya’ ini. Semua proses ini sama seperti proses Logos dalam membentuk dan mengorganisir kata-kata yang aka diekspresikan dan dikeluarkan dari dirinya. (*)
*) Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: