Gus Mis, Muslim Moderat dan Diplomasi Intelektual

Senin 26-09-2022,11:50 WIB
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*

DUTA Besar Indonesia-Tunisia kelahiran Sumenep Zuhairi Misrawi (45) begitu populer belakangan ini. Ia mulai menjabat sejak 17 November 2021, dengan menorehkan catatan kerja keras yang begitu manis dan menawan. Dubes muda alumni Universitas Al-Azhar ini menampilkan kerja-kerja diplomatik yang berbasis intelektual.

Salah satu proyek Zuhairi Misrawi (Gus Mis) ini antara lain: Kerja sama Perguruan Tinggi Indonesia-Tunisia baik di bidang riset dan student exchange melalui beasiswa LPDP. Selain itu, Gus Mis juga berkomitmen untuk menerjemahkan buku-buku yang ditulis intelektual Indonesia ke dalam bahasa Arab dan Prancis, seperti yang disampaikannya saat berkunjung ke Pameran Buku Internasional di Sousse, Tunisia.

BACA JUGA:Ibnu al-Faridh, Penyair Sufi dari Mesir

Gus Mis mengistilahkan proyek intelektualitas tersebut sebagai infrastruktur diplomasi. Walaupun pada saat yang sama, ia juga selalu menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan dan koeksistensi pemeluk agama-agama. Namun, diplomasi intelektual adalah ciri khas yang melekat pada kebijakan dan komitmen Gus Mis sejak menjabat dubes.

Dalam bicara tentang kemanusiaan, persatuan, dan koeksistensi tersebut, Gus Mis selalu mencontohkan perjuangan Nahdlatul Ulama (NU). Bagi Gus Mis, NU terus mempromosikan visi persatuan dan persaudaraan. Sejak berdirinya, NU sudah bertujuan merespons kejatuhan Ottoman dengan menawarkan visi peradaban global alternatif visi NU.

Proyek intelektualitas Gus Mis tersebut memiliki basis metodologi yang sangat kokoh. Karena itulah, ia melakukan pertemuan dengan Syeikh Muhammad Thahir bin 'Asyur, yang setiap gagasannya dianggap menginspirasi praktik Moderasi Islam di Indonesia. Pemikiran Gus Mis tentang visi moderasi Islam terpengaruh dari gagasan dan buku-buku Ibnu ‘Asyur. 

Tidak saja soal moderasi, tetapi Gus Mis juga bekerja untuk memopulerkan kembali setiap ajaran Pendiri Tarekat Syazidliyah, yaitu Abul Hasan asy-Syadzili, sebagai penyebar Islam Cinta. Ajaran Sufisme, khususnya Syadziliah, menjadi basis pendukung moderasi Islam ala Ibnu ‘Asyur sekaligus melengkapi arsitektur diplomasi intelektual ala Gus Mis. Agar visi tersebut lebih terwujud, Gus Mis dan Imam Besar Masjid Zaitunah membahas potensi kerja sama dengan Masjid Istiqlal Jakarta.

Islam Moderat yang terinspirasi Ibnu ‘Asyur dan Islam Cinta ala Imam Asy-Syadzili menjadi praktik keseharian mayoritas umat muslim Indonesia. Pengalaman-pengalaman keberagamaan di Indonesia semacam itu menjadi bahan material bagi Gus Mis untuk terus mempromosikan nilai-nilai kultural Indonesia di Tunisia. Gus Mis sangat fasih bicara praktik keberagamaan di Indonesia yang moderat dan penuh cinta kepada audiens internasional.

Dalam rangka promosi keunikan Islam ala Indonesia dan kebudayaan Nusantara, Gus Mis sering mempromosikannya melalui TV Wataniya, Tunisia. Bahkan lebih jauh, Gus Mis termasuk pelopor utama diplomasi puisi, sebagai ekspresi estetis jiwa dan spirit Keindonesiaan. Misalnya, Gus Mis mengundang Jamal D. Rahman sebagai penyair Indonesia dan 12 Penyair Tunisia lainnya. Dalam hal ini, Gus Mis adalah dubes RI pioneer dan orang pertama untuk Tunisia yang menggunakan puisi sebagai pintu diplomatik.


Dubes RI untuk Tunisia Zuhairi Misrawi saat tampil di Wataniya TV. -Wataniya TV-

Gus Mis bisa dibilang orang kedua dari kalangan duta besar Indonesia, setelah Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Dr H Yuddy Chrisnandi SH ME yang menjadikan puisi sebagai paradigma diplomatik. Dubes RI untuk Ukraina me-launching buku di gedung KRBI Kiev, Jumat 4 Juni 2021. Satu tahun kemudian, Senin 18 Juli 2022, Gus Mis menggelar pembacaan puisi di Wisma Dubes RI Tunisa.

Walaupun visi keislaman Gus Mis sangat kental, ia sendiri tidak bisa dipisahkan dari identitasnya sebagai kaum muslim nasionalis. Gaya dirinya menjadi Duta Besar Indonesia di Tunisa terpengaruh oleh jejak langkah Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Diplomasi pertama tahun 1950 ketika Soekarno berkunjung ke Habib Bourgaiba, Presiden Tunisia, dan sampai sekarang usia diplomasi tersebut sudah mencapai 77 tahun. 

Gus Mis ingat detail sejarah kunjungan Bung Karno ke Tunis tersebut, bahkan ketika berkunjung ke Masjid Uqbah bin Nafi' pada tahun 1960. Sebagai politisi beraliran nasionalis Islam, Gus Mis tidak saja mengurusi keislaman, tetapi juga sektor yang lebih luas. Gus Mis mendorong terjadinya pertukaran pengalaman dan pengembangan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. 

Sebagaimana disampaikan saat on air di Radio Wataniya, Gus Mis menegaskan bahwa hubungan bilateral Indonesia-Tunisia di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan meningkat. Bahkan, Gus Mis juga berjumpa dengan Menteri Pertahanan Tunisia untuk membahas kerja sama pertahanan Indonesia-Tunisia.

Di bidang ekonomi, Gus Mis membahas kerja sama di sektor kelautan dan perikanan yang lebih  ramah lingkungan. Bagi Gus Mis, Tunisia adalah negara pengekspor ikan ke Eropa dan Asia. Bahkan, Tunisia mengekspor kepiting ke Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand. Dari pengalamannya bersentuhan dengan nelayan Tunisia, Gus Mis kagum kepada kaum perempuan Tunisia, yang juga ikut melaut bersama suami mereka.

Kategori :