Kontras Temukan Mobilisasi Aparat Bersenjata dalam Tragedi Kanjuruhan

Senin 10-10-2022,15:22 WIB
Reporter : Syaiful Amri
Editor : Syaiful Amri

"Dalam konteks kasus ini, tahapan-tahapan tersebut tidak dilalui oleh aparat kepolisian. Apa saja tahapan yang harus dilalui, pertama, misalnya melakukan penggunaan kekuatan yang memiliki dampak pencegahan," jelasnya.

Tahap yang kedua, perintah lisan atau suara peringatan. "Tetapi hal itu tidak dilakukan," ujarnya lagi.

Sejauh ini tercatat 131 orang meninggal akibat berdesakan setelah polisi yang bertugas menembakkan gas air mata.

Untuk diketahui pada Sabtu, 1 Oktober 2022, terjadi tragedi seusai laga Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang.

BACA JUGA:Gokil! Suporter Dortmund Bentangkan Spanduk; 'Malang Kamu Tidak Sendirian'

Terdapat ratusan orang yang meninggal dunia akibat tragedi tersebut. Banyaknya korban tersebut disebabkan oleh tembakan gas air mata yang dilontarkan oleh aparat Kepolisian ke tribun penonton, sehingga menimbulkan sesak nafas, gangguan penglihatan, dan kepanikan massal.

Penggunaan gas air mata hingga menimbulkan korban jiwa sendiri juga pernah terjadi pada tragedi Estadio Nacional di Lima, Peru pada tahun 1964 yang mengakibatkan 328 orang tewas.

Begitupun tragedi Accra Sports’ Stadium Disaster di Accra, Ghana pada tahun 2001 yang mengakibatkan 126 orang tewas.

Gas air mata juga seringkali digunakan kepolisian untuk menyerang massa aksi demonstrasi, seperti pada aksi #Reformasidikorupsi pada tahun 2019, aksi penolakan Omnibus Law pada tahun 2020, dan lain-lain.

BACA JUGA:Jokowi Telepon Presiden FIFA, AFC Meluncur, Liga Indonesia Aman Tak Disanksi

 

Banyaknya penggunaan gas air mata oleh Polri menimbulkan pertanyaan, kandungan apa yang ada di dalam gas air mata? apa dasar hukum penggunaan gas air mata oleh Kepolisian?

Bagaimana dampak penggunaan gas air mata kepada manusia? dari sederet pertanyaan ini seharusnya Polri bisa memberikan penjelasan. 

 

Kategori :