JAKARTA, DISWAY.ID - Viralnya berita persidangan Ferdy Sambo Cs dan batalnya pemeriksaan Irjen Pol. Teddy Minahasa dengan alasan sakit hari ini, ternyata kabar lain yang cukup mencolok tentang menguatnya rupiah. Warning yang disampaikan Presiden Joko Widodo ternyata benar adanya. Tanda-tanda mulai terlihat.
Tercatat rupiah melanjutkan pelemahan ke Rp 15.488 pada pukul 16.00 WIB, Senin 17 Oktober 2022. Rupiah ditutup melemah 61 poin atau 0,39 persen ke posisi Rp15.488 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.427 per dolar AS.
Rupiah pada pagi hari dibuka pada posisi Rp15.468 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran Rp15.461 per dolar AS hingga Rp15.500 per dolar AS. Sementara itu kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin melemah ke posisi Rp15.480 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp15.390 per dolar AS.
BACA JUGA:Jokowi Sebut Pemikiran Abu Nawas Sangat Dibutuhkan di Tengah Krisis Dunia: Tapi Memang..
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus 4,99 miliar dolar AS pada September 2022, dengan nilai ekspor 24,8 miliar dolar AS dan impor 19,81 miliar dolar AS. Neraca perdagangan Indonesia sampai September 2022 membukukan surplus selama 29 kali berturut-turut sejak Mei 2020.
Dengan demikian neraca perdagangan RI pada Januari-September 2022 mengalami surplus sebesar 39,87 miliar dolar AS dengan surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar 58,75 miliar dolar AS, dan defisit neraca perdagangan migas 18,89 miliar dolar AS.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto dalam keterangannya mengatakan Indonesia bisa lolos dari jurang resesi meski dunia diramal gelap akibat resesi di 2023 karena ekonomi Tanah Air mulai pulih dan tekanan inflasi mulai melandai.
“Risiko resesi tahun depan bisa dihindari dengan harapan Indonesia bisa mengoptimalkan laju positif pemulihan ekonomi domestik,” ujar Eko. Pengoptimalan ekonomi domestik untuk terhindar dari resesi sangat diperlukan sebab disebabkan saat ini keterbukaan ekonomi Indonesia masih relatif rendah.
BACA JUGA:IMF: Ekonomi Indonesia Jauh dari Ancaman Krisis, Simak Penjelasannya
Eko menilai, resesi pada tahun 2023 berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2020 di mana pada saat itu semua negara hampir seluruhnya terdampak pandemi Covid-19. Sementara saat ini, lanjutnya, Indonesia dinilai sudah lebih siap dalam menghadapi ancaman krisis sehingga diharapkan Indonesia bisa lolos dari resesi.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia masih punya secercah harapan sekalipun ekonomi global diramal akan sangat gelap akibat perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung sengit.
Bahlil menjelaskan, kondisi ekonomi global terus didera masalah sejak perang dagang antara AS dan Tiongkok pada 2017 hingga awal 2019. Disusul kemudian dengan pandemi Covid-19 yang meski hingga kini belum juga reda sudah dihantam lagi dengan perang Rusia-Ukraina.
Di bidang investasi sendiri, Presiden Joko Widodo telah menargetkan realisasi investasi pada 2023 bisa mencapai Rp 1.400 triliun di tengah gelapnya ekonomi global pada tahun 2023. “Ini betul-betul meluluhlantakkan persoalan ekonomi global kita. Dalam bahasa saya, ini ekonomi gelap, ekonomi 2023 ini gelap,” jelasnya.
“Sekalipun ekonomi global tidak menentu akibat Ukraina dan Rusia, yang pintu masuknya adalah pangan dan minyak, tapi kita mempunyai secercah harapan untuk Indonesia. Yang penting, leadership dan stabilitas nasional kita, kita harus jaga bersama-sama,” kata Bahlil.