JAKARTA, DISWAY.ID – Vladimir Putin menjadi Presiden yang ketiga yang ditetapkan oleh International Criminal Court (ICC) sebagai penjahat perang.
Selain Putin, Presiden lain yang pernah ditetapkan oleh ICC sebagai penjahan perang adalah Omar al-Bashir sebagai Presiden Sudan dan Muammar Gaddafi yang merupakan Presiden Libya.
Akibat penetapan dirinya sebagai penjahat perang tersebut membuat Putin sulit untuk melakukan perjalanan dan berkunjung ke nagara lainnya.
ICC menjelaskan jika Putin bertanggung jawab atas kejahatan perang berupa mendeportasi anak-anak Ukraina yang mencapairatusan ke Rusia.
BACA JUGA:3 Pelaku Pemerasan Colon Migran Diamankan Polresta Bandara Soetta
Dengan keputusan tersebut sebanyak 123 negara anggota ICC wajib menahan dan mendeportasikan Putin jika menginjakkan kaki di wilayah mereka.
Rusia bukan anggota ICC termasuk China, Amerika Serikat atau India, yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak akhir tahun ini dari para pemimpin kelompok ekonomi besar G20.
ICC atau pengadilan kejahatan perang permanen dunia diciptakan oleh Statuta Roma melalui sebuah perjanjian yang diratifikasi oleh semua negara Uni Eropa, serta Australia, Brasil, Inggris, Kanada, Jepang, Meksiko, Swiss, 33 negara Afrika, dan 19 negara di Pasifik Selatan.
Akan tetapi tuduhan tersbeut dibantah oleh pemerintah rusia dan mengatakan jika keputusan ICC tersebut tidak ada artinya bagi pemerintah Rusia dari segala aspek.
BACA JUGA:Lucky Hakim Bongkar Gaji Siluman Pejabat Pemerintahan: Gak Kerja Dapat Duit
BACA JUGA:Perlawanan Kejagung Atas Vonis Bebas 2 Terdakwa Tragedi Kanjuruhan
Sebelumnya pada tahun 2000 lalu juga sempat menandatangani Statuta Roma tetapi menarik dukungannya pada tahun 2016.
Hal tersebut dikarenakan ICC mengklasifikasikan aneksasi Moskow atas Semenanjung Krimea Ukraina sebagai konflik bersenjata.
"Putin tidak bodoh. Dia tidak akan bepergian ke luar negeri ke negara tempat dia mungkin ditangkap," kata Iva Vukusic selaku asisten profesor sejarah di Universitas Utrecht.