Mayoritas peserta puas dengan rute East Java Journey 2023. Sebab mereka tak sekadar disuguhi tanjakan, namun juga pemandangan-pemandangan indah.
Misalnya pengusaha asal Surabaya John Boemihardjo yang mengaku sangat terkesan bisa melihat magic hour Gunung Semeru.
Saat itu John, panggilan akrabnya, melintas rute menuju check point 3 di Curah Kobokan, Lumajang. Ia melihat pemandangan Gunung Semeru yang sangat cerah, dengan ada awan warna putih dan oranye yang membaur.
“Katanya orang sekitar tidak gampang melihat seperti itu karena biasanya tertutup awan dan kabut,” ceritanya.
Para peserta juga aktif membuat konten di balik keindahan rute yang dilewati. Selain untuk kepentingan pribadinya, peserta juga tertangan karena adanya kompetisi konten yang digelar panitia.
“Harapannya konten-konten dari peserta itu juga bisa efektif membantu promosi daerah-daerah yang dilewatinya,” katanya.
Melihat potensi ini beberapa pemerintah daerah (pemda) mendukung penuh penyelenggaraan East Java Journey. Pemkot Madiun, Pemkab Trenggalek, dan Pemkab Banyuwangi misalnya.
Mereka tak sekadar mengizinkan kotanya sebagai tempat check point. Namua mereka juga memanfaatkan itu untuk mengenalkan potensi alam maupun kuliner di wilayahnya.
Event ini juga memberikan hiburan bukan pada pesertanya saja, tapi juga masyarakat. Sebab, East Java Journey 2023 menggunakan sistem live race tracking. Lewat sistem ini, masyarakat bisa memantau di mana saja para peserta berada.
Hal itu ternyata berdampak positif pada masyarakat. Hampir di semua daerah yang dilewati, masyarakat berlomba-lomba menunjukkan keramahannya pada para cyclist.
Apalagi event ini memang sifatnya seft support. Itu yang menggugah warga untuk tergerak memberikan support.
"Waktu masuk pacitan setelah hutan, masyarakat di daerah situ bagus. kan gelap engga ada lampu penerangan. kadang ada penduduk sekitar yang membantu memberi penerangan gitu waktu di jalan papasan," kenang Iskan Aris Subekti, peserta East Java Journey 2023 kategori 600 Km.
Hal yang sama dialami pembalap nasional Arfiana Khairunnisa. Ia mendapatkan pertolongan dari masyarakat sekitar ketika brake pad (bantalan rem)-nya menipis.
“Saya sempat tanya orang di mana ada bengkel sepeda untuk beli brake pad, eh tidak lama kemudian ada yang mengantarkan saya ke bengkel,” ujar perempuan yang kerap disapa Fian itu.
Peserta 73 Tahun Gowes 1.200 KM Keliling Jatim Selama 5 Hari