Parahnya, kata Sugeng, kasus gratifikasi ini diduga melibatkan seorang pejabat negara, Wamenkumham.
"Adapun pola keterlibatan kekuasaan yang bermain dengan pemodal lebih dahsyat dan terstruktur. Kalau kasus Ismail Bolong cuma yang main oknum Polisi,”jelas Sugeng.
“Dalam kasus ini ada nama Wamenkumham, Polisi levelnya lebih tinggi sampai intelijen negara," ungkap Sugeng.
BACA JUGA:Diduga Terima Gratifikasi Rp7 Miliar, IPW Laporkan Wamenkumham ke KPK
Oleh karena itu, Sugeng telah melaporkan dugaan gratifikasi senilai Rp 7,7 miliar yang melibatkan Wamekumham ini pada KPK, pada 14 Maret 2023.
Saat memberikan laporannya ke KPK, Sugeng juga membawa sejumlah bukti, termasuk bukti transfer selain ada juga bukti elektronik.
Menurut Sugeng peristiwa pemberian dugaan gratifikasi pertama dengan pemberian uang sebesar Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy Hiariej melalui asisten pribadinya berinisial YAR.
Bukti elektronik atas pemberian tersebut juga telah di kantongi oleh Sugeng, di mana dalam bukti chat yang diterimanya, Eddy Hiariej mengakui YAR dan YAM merupakan asisten pribadinya.
Masih dengan Sugeng, pemberian ini ada kaitannya dengan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH.
BACA JUGA:Ini Pengaruh Asam Amino untuk Tanaman, Salah Satunya Dapat Tingkatkan Kualitas
Kemudian Wamen memberikan arahan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada.
Peristiwa kedua yaitu pemberian dana tunai yang diperkirakan sebesar Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat itu juga diterima oleh YAR.
"Diduga atas arahan saudara Wamen EOSH," kata Sugeng.
"Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," sambungnya.
Sugeng menduga uang Rp 3 miliar itu diberikan terkait dengan permintaan bantuan pengesahan badan hukum dari PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.