Penjelasan BRIN
Sementara menurut penjelasan Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, perbedaan ini ada beberapa faktor.
Ia mengatakan, perbedaannya hanya wujud dan masalah kriteria dari posisi hilal bulan.
Jika pada waktu Maghrib pada 20 April 2023, posisi hilal bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, maka wajar terjadi perbedaan.
“Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS,” jelasnya dikutip dari brin.go.id.
Thomas pun menjelaskan masing-masing metode antara kriteria MABIMS dan versi wujudl hilal.
“Namun di sisi lain, sudah memenuhi kriteria wujudl hilal. Jadi, ada potensi perbedaan, yaitu versi 3 derajat dan elongasinya 6,4 derajat maka 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, sedangkan versi wujudl hilal, 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023,” urainya.
Thomas mengatakan perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Zulhijjah akan terus berulang jika tidak ada otoritas tunggal.
Jika terdapat otoritas tunggal, maka kriteria awal bulan atau penanggalan kalender Hijriyah akan terwujud sesuai kesepakatan bersama.
“Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama," ujarnya.
BACA JUGA:Usai Naikan Status Penyidikan, Polisi Kembali Periksa Kecelakaan Anak Karo Ops Polda NTB
Dengan kondisi saat ini, kata Thomas, otoritas tunggal dapat dibentuk di tingkatan nasional ataupun regional.
"Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional," katanya.
Ia menjelaskan, penetapan awal bulan Hijriyah mangacu pada batas wilayah hukum, sesuai batas kedaulatan negara.
Dengan begitu kriteria dapat diupayakan untuk kesepekatan bersama.