11. Lubna dari Kordoba (wafat 984)
Awalnya seorang gadis budak asal Spanyol, Lubna naik menjadi salah satu tokoh terpenting di istana Umayyah di Cordoba.
Dia adalah sekretaris istana khalifah ‘Abd al-Rahman III (w. 961) dan putranya al-Hakam bin ‘Abd al-Rahman (w. 976).
Lubna juga seorang ahli matematika yang terampil dan memimpin perpustakaan kerajaan, yang terdiri dari lebih dari 500.000 buku.
Menurut cendekiawan Andalusia yang terkenal, Ibn Bashkuwal: “Dia unggul dalam menulis, tata bahasa, dan puisi. Pengetahuannya tentang matematika juga sangat besar dan dia juga mahir dalam ilmu-ilmu lain. Tidak ada seorang pun di istana Umayyah yang sehebat dirinya.”
12. Fatimah binti Muhammad bin Ahmad al-Samarqand (wafat.1185)
Fatimah merupaka putri seorang ahli hukum Hanafi terkenal Abu Manshur Muhammad bin Ahmad al-Samarqand yang menulis kitab Tuhfat al-Fuqaha’ dari Asia Tengah.
Fatimah adalah seorang ahli Al-Qur’an, hadis, fikih, teologi dan tata bahasa pada saat dia mencapai usia dewasa.
Dia memenuhi syarat untuk mengeluarkan fatwa. Dirinya diakui sebagai salah satu perempuan terpelajar abad ke-12 oleh orang-orang sezamannya dan pendapat hukumnya dihargai oleh banyak penguasa.
Dia menikah dengan ‘Ala’ al-Din Abu Bakr bin Mas‘ud al-Kasan (w. 1191), ahli hukum Hanafi terkemuka lainnya dan penulis kompendium hukum berjudul Bada‘i al-Shana’i‘ fi Tartib al-Syara’i‘. Tak lama setelah pernikahan mereka, pasangan itu melakukan perjalanan melintasi dunia Islam sampai mereka menetap di Aleppo, di mana mereka berdua memantapkan diri sebagai ulama terkemuka.
13. Sultan Raziyya (1205-1240)
Ia adalah Sultan Delhi (India) yang berkuasa antara 1236 hingga 1240, dan menjadi Sultan wanita pertama yang memerintah di Kesultanan Delhi.
Di bawah kekuasaannya, ia mendirikan sekolah, akademi, pusat-pusat penelitian, hingga perpustakaan umum.
Sultan Raziyya sangat populer antara lain karena pemikirannya bahwa semangat agama lebih penting daripada yang lain.
Raziyya selalu menolak disebut sebagai Sultana (ratu) karena itu berarti seorang "istri atau nyonya seorang sultan." Merasa bahwa aprepriasi citra maskulin akan membantunya mempertahankan kerajaannya, Raziyya selalu berpakaian layaknya pria dan mengenakan sorban, celana, jaket, dan pedang.
14. Nana Asma'u (1793-1864)