JAKARTA, DISWAY.ID - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan menggelar aksi unjuk rasa pada hari Senin tanggal 5 Juni 2023 di depan Kantor Mahkamah Konstitusi dan Istana Negara.
Menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, aksi ini melibatkan ribuan buruh se-Jabodetabek, yaitu 4 konfederasi besar, 60 federasi, serikat petani, dan berbagai elemen kelas pekerja yang lain.
“Aksi ini dilakukan bertepatan dengan sidang kedua uji formil judicial review terhadap omnibus law UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Jadi isu utama yang akan kami usung adalah Cabut omnibus law UU Cipta Kerja,” ujar Said Iqbal melalui keterangan resminya, Sabtu, 3 Juni 2023.
Selain menyuarakan Cabut UU Cipta Kerja, dalam aksi 5 Juni para buruh juga akan menyuarakan tolak RUU Kesehatan.
“Terkait dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, beleid ini berpotensi menyebabkan komersialisasi terhadap layanan kesehatan. Di mana RUU ini mengatur mengenai urun biaya," kata Said Iqbal.
"Jadi ada beberapa penyakit yang biayanya tidak sepenuhnya ditanggung BPJS Kesehatan, yang tentunya akan memberatkan pasien. RUU Kesehatan hanya melindungi rumah sakit dan membuka ruang komersialisasi medis,” ujar Said Iqbal.
BACA JUGA:Bacaleg Partai Buruh Tidak Ada Tokoh Publik dan Artis, Said Iqbal: Semua Orang Biasa dan Aktivis
Di samping itu, lanjut Said Iqbal, hal lain yang dipersoalkan dari RUU Kesehatan adalah menempatkan BPJS di bawah kementerian.
Menurutnya, jaminan sosial harusnya langsung di bawah presiden. Karena dana BPJS adalah uang buruh dan rakyat, bukan dana APBN yang bisa dikelola kementerian.
Kemudian, seruan ketiga yang diusung dalam aksi ini adalah Cabut Permenaker No 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan pengusaha memotong upah hingga 25 persen.
"Permenaker ini sudah memakan korban, karena ada pengusaha yang memotong upah buruh sebesar 25 persen," imbuhnya.
BACA JUGA:Alasan Partai Buruh Ajukan Uji Formil UU Cipta Kerja ke MK
Adapun isu terakhir yang diangkat, yakni soal RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang diminta untuk segera di sahkan.
Sedangkan terkait dengan isu politik, yang akan diangkat adalah revisi parliamentary threshold 4 persen dari suara sah nasional harus juga dimaknai 4 persen dari jumlah kursi DPR RI, dan cabut presidential threshold 20 Persen.