JAKARTA, DISWAY.ID-- Pelaksana Tugas Menteri Komunikasi dan Informatika (Plt Menkominfo), Mahmud MD, meminta prajurit TNI untuk mewaspadai jenis-jenis ancaman baru terhadap kedaulatan negara, seiring perkembangan di era digital dengan meningkatkan literasi digital.
“Terkait pentingnya literasi digital, terutama bagi TNI, perkembangan di era digital menimbulkan jenis-jenis ancaman baru terhadap kedaulatan negara yang harus diwaspadai oleh TNI dalam melaksanakan tugas,” ujar Mahfud MD, Selasa 13 Juni 2023.
BACA JUGA:Rekomendasi 5 Tempat Wisata Gratis di Ibu Kota dalam Rangka Ulang Tahun Jakarta, Wajib Kunjungi!
Mahfud juga mengatakan, ancaman baru terhadap kedaulatan negara dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) antara lain serangan siber.
Ancaman itu dinilai sangat membahayakan karena dapat mencakup serangan distributed denial of service (DDOS) atau serangan siber yang terjadi akibat banjirnya jaringan Internet oleh lalu lintas Internet palsu (fake traffic) pada server, sistem, atau jaringan itu sendiri.
BACA JUGA:Harga MG4EV Rp 649.9 Juta Resmi Diumumkan MG Motor Indonesia
“Ancaman (serangan siber) itu bentuknya (DDOS) yang sering dipresentasikan oleh Kepala Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) Psk Hinca Siburian,” jelas Mahfud MD.
Pencurian data dan sabotase sistem juga menjadi ancaman baru di era digital yang perlu diwaspadai prajurit TNI.
Contohnya adalah kasus sabotase sistem di Bank Syariah Indonesia (BSI) belum lama ini, yang ramai dikomentari netizen agar sistemnya diruqyah untuk mengantisipasi agar tidak terulang lagi.
BACA JUGA:Balap di Mugello, Aleix Espargaro Selematkan Akhir Pekannya yang Rumit
“Itu digital kok diruqyah ya gak bisa. Harus punya kemampuan literasi-literasi digital, untuk mengantisipasi agar tidak dan kalau terjadi bisa cepat diselesaikan,” tegas dia.
Selain itu prajurit TNI diminta mewaspadai propaganda-propaganda yang akan mengancam keamanan nasional melalui media sosial dan platform digital lainnya, seperti fitnah, adu domba, dan hoaks.
Teroris siber (cyber terrorist) juga menjadi ancaman baru, di mana teknologi digital telah memberikan alat bantu bagi kelompok teroris untuk melancarkan serangan dan merekrut anggota baru, hingga pengiriman uang untuk melancarkan aksinya.
BACA JUGA:Korban Dugaan Pelecehan Seksual Oknum Anggota DPR RI Datangi Bareskrim Polri
“Di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu banyak sekali kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Jadi saya lihat beberapa yang mencurigakan bahwa itu untuk terorisme, kirim uang ke suatu daerah, ingin memesan produk senjata di sebuah tempat di Jawa Timur, uangnya miliaran tapi tidak ada feedback dari perusahaan yang kirim itu. Kemudian setelah dilacak, itu untuk merakit bom dan sebagainya,” terangnya.