JAKARTA, DISWAY.ID-- Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan artifisial semakin maju di tengah masyarakat.
Banyak aspek kehidupan manusia bakal terdampak dalam perkembangan kecerdasan artifisial tersebut.
Secara positif, kecerdasan artifisial semakin memudahkan aspek kehidupan baik efisiensi dan kecepatan. Namun di sisi lain, AI ini akan juga melahirkan kemudlaratan apabila tanpa proteksi atau antisipasi berkelanjutan.
BACA JUGA:Penampakan Shalat Idul Adha di Al Zaytun Setelah Heboh Hingga Dipanggil Tim Investigasi
Oleh karenanya, Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie mengingatkan pentingnya regulasi perihal kecerdasan artifisial atau AI ini.
Tholbi mengakui bahwa artificial antelligence sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan keberadaan AI di Indonesia menambah khazanah baru dalam tata kelola digital di Indonesia. AI yang merupakan konsekuensi dari keberadaan digital harus dikelola dengan baik.
Namun, kata dia, dibutuhkan regulasi untuk mengatur keberadaan AI agar terdapat proteksi terhadap hak warga negara. AI yang merupakan konsekuensi dari keberadaan digital harus dikelola dengan baik.
“AI telah melahirkan sisi kebaikan dan kemudaratan sekaligus. Negara harus mengelolanya melalui aturan hukum untuk meminimalisir dampak kemudaratan AI,” ujar Tholabi dalam keterangan tertulis, pekan lalu.
Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini menyebutkan keberadaan AI secara nyata bersinggungan dengan aspek etika dan hukum.
BACA JUGA:Jemaah Haji Indonesia Dikabarkan Telantar di Muzdalifah, Kemenag Singgung Tanggung Jawab Mashariq
Menurut dia, isu mayor yang muncul akibat keberadaan AI ini di antaranya soal hak cipta (copy right) yang cukup rentan dilanggar akibat keberadaan AI.
“Isu mayor yang muncul akibat AI ini soal hak cipta (copy right) yang terdisrupsi atas keberadaan AI,” urai Tholabi.
Di bidang akademik, Tholabi menyebutkan, AI memberi tantangan yang kompleks dalam menghadirkan otentisitas dan originalitas karya ilmiah.
“Kita belum tuntas menghadapi keberadaan digital melalui mesin pencari seperti Google terkait menjaga orisinalitas dan otentisitas karya ilmiah, sekarang kita justru dihadapkan keberadaan AI yang jauh lebih canggih dan kompleks,” sebut Tholabi.
Di samping itu, dia juga mengingatkan keberadaan AI yang diwujudkan dalam bentuk teks, audio, video, dan gambar rentan menjadi medium untuk tindakan yang keluar dari etika dan hukum.