JAKARTA, DISWAY.ID - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menanggapi soal tuntutan penurunan batas usia capres/cawapres yang saat ini tengah digugat di MK.
Anwar Usman mengaitkan gugatan tersebut dengan tokoh-tokoh muda yang menjadi pemimpin negara di dunia. Salah satu contohnya adalah seorang panglima perang di zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu Muhammad Al Fatih saat melawan kekuasaan Bizantium.
Dia menceritakan bahwa pada masa tersebut, Muhammad Al Fatih berhasil menundukan konstantinopel ketika usianya masih sangat muda, yakni 17 tahun.
BACA JUGA:PKB Tandang ke PKS Siang Ini Bersama Anies dan Muhaimin, Nasdem Ikut Serta
Tidak hanya itu, bahkan kata Anwar Usman, juga terdapat contoh pemimpin muda lainnya di dunia yang bisa menjadi pemimpin di suatu negara, seperti Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang berusia 43 tahun.
Meski begitu, Anwar Usman meminta agar pernyataannya tersebut tidak dikaitkan dengan keputusan MK.
Melihat dari pernyataan Ketua MK itu, Analis komunikasi politik Hendri Satrio atau Hensat menyebut pernyataan tersebut kemungkinan dimaksudkan agar terjadi sirkulasi kepemimpinan nasional.
“Mungkin agar ada regenerasi. Namun untuk urusan umur batas usia capres-cawapres, sebaiknya diserahkan ke parlemen,” ujar Hensat dalam keterangannya, Selasa, 12 September 2023.
Lebih lanjut, Hensat menilai, maksud pernyataan dari ketua MK mungkin baik, namun alangkah lebih baik lagi jika hal ini dikembalikan ke DPR.
BACA JUGA:Alasan Putri Candrawathi Dipindah ke Lapas Tangerang
“Biarkan DPR yang akan memutuskannya. Menurut saya lebih baik seperti ini,” imbuhnya.
Di sisi lain, Funder Nilam Institute Muhammad Hakiki mengatakan bahwa pernyataan tersebut tidak layak dilontarkan oleh ketua MK sebelum adanya putusan yang pasti.
“Karena akan timbul kesan MK tidak mampu menjaga kehati-hatian dalam berkomentar sebelum ada putusan. Padahal MK akan menghadapi berbagai macam permohonan jelang perhelatan pemilu,” kata Muhammad Hakiki.
Selain itu, Hakiki menambahkan bahwa pernyataan yang menjadi komentar dari ketua MK dapat memberikan indikasi adanya keberpihakan.
"Dengan terlihatnya indikasi interpretasi Hakim MK yang keluarkan oleh ketua MK. Saat ini membuat MK semakin tidak bermarwah dan akan berefek pada putusan putusan MK ke depan terlebih lagi menjelang Pemilu di tahun 2024,” tambahnya.