" Dan mereka mengalami luka bakar dan luka terbuka baru serta amputasi sebagian saat berjalan-jalan dalam kondisi seperti ini. Para orang tua membawa anak-anak mereka kepada kami dan berkata, tolong, bisakah Anda membantu?' kami tidak punya persediaan,” kata Callahan.
Perawat mengatakan mereka harus meninggalkan salah satu kamp karena kewalahan dan rumah sakit tidak ada tempat.
BACA JUGA:Rakyat Gaza Mulai Kelaparan, Semua Toko Roti Tutup Imbas Dibombardir Israel
BACA JUGA:Turki Hentikan Pembelian Barang dari Perusahaan yang Dukung Israel: Yang Sudah Ada Akan Kami Buang
" Orang-orang yang putus asa karena kehilangan orang yang dicintai, baik di kanan maupun di kiri, menjadi marah. Dan mereka menunjuk ke arah saya dan berteriak Amerika’. Mereka akan berteriak dalam bahasa Ibrani untuk mengetahui apakah kami orang Israel. Mereka menuduh staf nasional kami sebagai pengkhianat atau berkata , kamu berpura-pura menjadi orang Arab,” katanya.
Lebih lanjut Callahan mengatakan rekan Palestina mereka tinggal bersama mereka sepanjang waktu.
" Kami mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak harus tinggal. Mereka berkata, 'kalian juga keluarga' dan 'kami tidak akan pergi ke mana pun,” ujarnya.
Perawat mengatakan mereka akan meninggal dalam waktu seminggu jika staf setempat tidak melindungi mereka.
" Ada bom yang meledak di sekitar kita karena tidak ada tempat yang aman di Gaza. Bom-bom itu tidak meninggalkan kita sedetik pun,” katanya.
BACA JUGA:Konvoi Kemanusian ICRC Diserang di Gaza, Dua Truk Rusak dan Seorang Sopir Terluka Ringan
Di perbatasan Rafah dan Mesir, katanya, staf nasionallah yang berbicara dengan para pejabat lalu membawa mereka ke dalam bus.
" Kami menyaksikan orang-orang luar biasa yang telah mengorbankan segalanya untuk kami, yang telah mengorbankan waktu bersama keluarga mereka, keselamatan fisik mereka, persediaan air mereka sendiri. Kami menyaksikan mereka berjuang untuk membawa kami melintasi perbatasan, mengetahui bahwa kami tidak membawa mereka bersama kami," katanya.
Saat ditanya apakah dia akan kembali ke Gaza, Callahan menjawab, " Dalam sekejap. Hati saya ada di Gaza, akan tetap di Gaza. Orang-orang Palestina yang bekerja bersama saya adalah orang-orang paling luar biasa yang pernah saya temui dalam hidup saya".
" Saya ingin mengingatkan masyarakat bahwa mereka yang tertinggal adalah pahlawan. Mereka tahu bahwa mereka akan mati dan mereka tetap memilih untuk tetap tinggal,” katanya.
Serangan teror Hamas pada tanggal 7 Oktober di kota-kota Israel yang menyebabkan sekitar 1.400 orang tewas memicu serangan balasan brutal di Jalur Gaza.