JAKARTA, DISWAY.ID - Ibu saat hamil harus prima dengan kondisi yang sehat.
Hal itu guna mencegah terjadinya kematian ibu saat persalinan.
Kementerian Kesehatan menyebutkan ada sejumlah faktor kematian pada bayi.
Salah satunya adalah kekurangan oksigen saat persalinan atau hipoksia dan kesulitan bernapas pada saat lahir atau asfiksia.
BACA JUGA:Ini Alasan Ilmiah Bumil Alami Morning Sickness, Mual di Pagi Hari
Lalu bagaimana dengan kematian ibu?
Data Kemenkes menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu pada 2022 yang disebabkan oleh eklamsi sebanyak 23 persen dan pendarahan sebanyak 20 persen.
Pada 2023, penyebab kematian akibat eklamsia sebesar 24 persen dan pendarahan 23 persen.
“Sampai sekarang pekerjaan rumah dokter kandungan se-Indonesia adalah pendarahan dan eklamsia,” ujar dr. Gde Suardana, Sp. O. G., F. IND-INF, dokter di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita.
Gde menuturkan, pendarahan masih menjadi penyebab kematian pada ibu hamil karena mereka sangat memerlukan tindakan yang cepat dan tim yang tepat.
Ibu yang akan melahirkan harus segera sampai di fasilitas kesehatan yang mempunyai Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), yakni rumah sakit yang mempunyai sarana sampai bisa melakukan tindakan operasi caesar.
Sayangnya, kata Gde, kematian ibu hamil tinggi karena dua hal tadi, yaitu terlambat mendeteksi dan terlambat merujuknya dan berikutnya terlambat penanganannya.
Kendala merujuk, Gde menerangkan, umumnya terjadinya di daerah, mulai dari tidak tersedianya kendaraan hingga jaraknya yang jauh dari fasilitas kesehatan.
Bahkan, di Kalimantan orang harus menggunakan perahu untuk menyusuri sungai agar bisa sampai ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
“Targetnya Kemenkes, jika diputuskan gawat darurat, dalam 30 menit operasi sesar harus sudah dilakukan untuk menyelamatkan ibu,” kata dia.