Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Dr. Ahmad Irsan A. Moeis menegaskan, selama masa transisi penerapan Perpres 59/2024 sampai 30 Juni 2025.
Semua rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan BPJS akan menyesuaikan sarana dan prasarana yang dimiliki sesuai dengan amanat perpres itu.
BACA JUGA:Semeja Bareng Menpora, Pemred Media Online Diajak Kolaborasi Dukung Prestasi Pemuda dan Olahraga
BACA JUGA:Kasus Balita Keracunan Makanan di Sulbar, BKKBN Minta Kawal Program PMT
Sementara itu, evaluasi terhadap tarif, manfaat, dan iuran akan dilaksanakan bersama dengan kementerian dan lembaga terkait.
“Nanti atas hasil evaluasi tersebut akan dilihat penetapan tarif, manfaat, dan iurannya. Jadi, apakah dibutuhkan iuran baru, tarif baru, dan manfaatnya ini dievaluasi yang menyeluruh,"kata Irsan.
Nanti baru setelah hasil evaluasinya, penetapan iuran, tarif dan manfaat barunya, paling lambat 1 Juli 2025..
Saat ini sebagian rumah sakit sudah dalam proses penerapan KRIS. Dari 3.176 rumah sakit secara nasional, ada 3.060 yang akan mengimplementasikan KRIS.
Sampai dengan 30 April ini, 2.558 rumah sakit sudah siap mengimplementasikan KRIS berdasarkan hasil survei 12 kriteria KRIS.
BACA JUGA:Menteri Perhubungan: Setiap Armada Bus Harus Rutin Lakukan Ramp Check
BACA JUGA:Erick Thohir Targetkan BIH Tarik Pasien Mancanegara, Jadikan RS Unggulan di Indonesia
"Jadi, rumah sakit pemerintah maupun swasta tetap memberikan layanan untuk peserta BPJS Kesehatan dan non-BPJS Kesehatan," kata dr. Syahri.
Ditiap RS ada kewajiban untuk menyediakanTempat Tidurnya untuk KRIS yaitu di RS pemerintah sebanyak minimal 60 persen dan di RS Swasta sebanyak minimal 40 persen.