JAKARTA, DISWAY.ID -- Keputusan pemerintah menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) bagi peserta BPJS Kesehatan, menuai sorotan publik.
Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Mohammad Syahril mengatakan, tujuan perpres ini adalah menjamin masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan agar mendapatkan perlakuan yang sama.
BACA JUGA:Dorong Kinerja di Bidang Industri Manufaktur, Kemenperin Gelar Industrial Vocational Fair
BACA JUGA:Gelar Diseminasi, Kemenaker Tekankan Hal Ini Kepada PMI
Perlakuan yang sama tersebut di antaranya melalui sarana dan prasarana untuk ruang rawat inap, disebut dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Ada 12 komponen yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan untuk mencapai KRIS. Sebagian fasilitas kesehatan sudah memenuhi 12 kriteria tersebut tetapi masih ada yang belum memenuhi kriteria tersebut.
Karena itu, implementasi ini masih dalam proses. Sampai dengan 1 Juli 2025, sistem kelas rawat inap di rumah sakit di Indonesia untuk peserta BPJS Kesehatan masih dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
“KRIS merupakan upaya untuk perbaikan layanan dan keselamatan pasien, termasuk pasien peserta BPJS,"ujar dr. Syahril pada konferensi pers, dikutip Jumat 17 Mei 2024.
Sebagai contoh, masih banyak di rumah sakit untuk layanan kelas 3 memiliki 8 sampai 12 tempat tidur dalam satu ruang perawatan dan memiliki kamar mandi terpisah di luar ruangan rawat inap.
BACA JUGA:Transformasi Perdagangan Global, RI Kurangi Ketergantungan Ekspor Komoditas
BACA JUGA:Perusahaan Didorong Beri Perlindungan Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja Lewat Layanan KB
"Melalui perpres ini, nantinya maksimal 4 tempat tidur dalam satu ruang perawatan dan ada kamar mandi di tiap ruangan,” sambungnya.
Perpres Nomor 59 tahun 2024 juga sudah mengamanatkan kementerian dan lembaga terkait melakukan evaluasi dan hasil evaluasi itu akan menjadi acuan untuk penetapan manfaat, tarif, dan iuran.
Dengan demikian, hasil evaluasi berupa ketetapan baru akan diterapkan paling lambat 1 Juli 2025.