Rencana Netanyahu mendapat sorotan baru ketika pasukan Israel melanjutkan operasi militer di wilayah di mana pemerintah sebelumnya mengklaim Hamas sudah tidak ada lagi.
Daerah Jabalya, yang menampung kamp pengungsi Palestina yang besar, menjadi sasaran penembakan dan tembakan hebat selama akhir pekan.
BACA JUGA:Brigade Al-Qassam Bunuh Perwira Tentara Israel Gunakan Senapan 'Ghoul' di Kota Gaza
BACA JUGA:Tentara Israel Mencuri Uang Lebih dari Rp 851 Miliar dari Bank Palestina
Tel Aviv telah membenarkan keputusannya untuk melanjutkan operasi di wilayah tersebut dengan mengklaim bahwa Hamas sedang mencoba untuk "berkumpul kembali" secara lokal.
Namun tindakan tersebut hanya membuat para pengamat internasional bertanya-tanya tentang rencana jangka panjang Netanyahu setelah lebih dari tujuh bulan berperang.
Israel juga menghadapi tekanan dari Amerika Serikat atas strategi Rafahnya, dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken menegaskan bahwa invasi tersebut “tidak berkelanjutan.”
BACA JUGA:Instagram Mahfud MD Kena Hack, Bertulisan Ibrani dan Posting Tentara Israel
BACA JUGA:Serangan Roket Hamas Hantam Gaza Selatan, 9 Tentara Israel Tewas
Rafah menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari 1,4 juta warga Palestina yang berusaha melarikan diri dari pemboman di Gaza utara, dan pemerintah serta pejabat setempat memperingatkan bahwa sebuah serangan akan menyebabkan bencana yang lebih besar daripada yang sudah dialami Gaza.
Program Pangan Dunia (WFP) pada awal bulan ini memperingatkan bahwa warga Palestina yang terjebak di Jalur Gaza sudah mengalami “kelaparan besar-besaran” , dan menuntut gencatan senjata segera dan mendesak Israel untuk mengizinkan lebih banyak truk bantuan masuk ke Gaza.