Sedangkan terbatasnya akses termasuk untuk menuju ke sekolah, aspek sarana prasarana, pembiayaan, transportasi, dan seterusnya masih menjadi persoalan.
Karena memang persoalan pokok pendidikan nasional kita itu masih ada dua hal, yakni akses yang terbatas dan kualitas pendidikan nasional," tandasnya.
BACA JUGA:Pengamat Pendidikan Pernayakan Alasan UKT yang Sangat Mahal
BACA JUGA:Sekda Joko Tegaskan Pendidikan Ciptakan SDM Unggul untuk Jakarta Menuju Kota Global
PR ketiga, lanjutnya, bagaimana sekolah menengah keagamaan negeri dibangun berlandaskan pada nilai-nilai keterbukaan, kebhinekaan, serta toleransi.
“Harus ada sisi-sisi bagaimana sekolah mampu menjadi jembatan penghubung antara agama-agama yang berbeda,” tandasnya.
Sehingga, ia menekankan agar pengelolaan sekolah Katolik negeri ini tidak eksklusif bagi masyarakat.
“Paling pokok, keempat, adalah bagaimana menyiapkan guru-guru berkualitas,” katanya.
BACA JUGA:Komitmen Dukung Dunia Pendidikan, Yamaha Buka Kelas Khusus di SMK Kusuma Negara Kertosono
Ia menyebut bahwa 1,6 juta guru, baik madrasah maupun sekolah umum, masih belum memiliki sertifikat pendidik yang berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan.
“Jadi seiring berkembangnya sekolah-sekolah Katolik atau berbasis agama negeri, guru-gurunya harus dijamin kesejahteraan dan kompetensinya,” tuturnya.
Kemudian, sambung Satriawan, bagaimana guru-guru tersebut dapat memberikan pembelajaran yang bermakna dalam menjalankan kurikulum pendidikan nasional.