Ombudsman Tegaskan Skema Iuran dan Layanan KRIS BPJS Kesehatan Harus Berkeadilan

Rabu 29-05-2024,10:07 WIB
Reporter : Annisa Amalia Zahro
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID – Ombudsman RI menyoroti program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan ditetapkan secara penuh pada Juli 2025.

Dalam masa transisi ini, Ombudsman RI memberikan sejumlah catatan untuk diperhatikan.

Pimpinan Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, pemerintah harus memastikan kebutuhan serta mutu fasilitas dasar dan SDMK rumah sakit terpenuhi.

BACA JUGA:Indonesia Krisis Apoteker, 1 Orang Layani 2.134 Penduduk

Selain itu, tersusunnya skema kebijakan pembayaran iuran yang berkeadilan.

Kemudian, terumuskannya standar ruang perawatan dan standar layanan pada kelas yang paling optimal.

Robert mengungkapkan bahwa disparitas layanan rumah sakit selama ini menjadi penyebab utama maladministrasi pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, pihaknya berharap kebijakan KRIS ini dapat mengurai disparitas layanan kesehatan di rumah sakit.

BACA JUGA:Segini Besaran Iuran BPJS Terkini, Bakal Diganti dengan Sistem KRIS

"Mentransformasikan pelayanan kesehatan menuju pelayanan kesehatan yang adil dan setara, sesuai dengan amanat konstitusi," ucapnya di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Selasa (28/5/2024).

Dalam hal ini, pemerintah wajib memastikan fasilitas dasar rumah sakit sesuai dengan standar KRIS.

Stakeholder mulai dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, hingga pemda wajib mengaudit secara menyeluruh pemenuhan fasilitas rumah sakit KRIS.

Pemerintah juga perlu memastikan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kesehatan (SDMK) di rumah sakit.

BACA JUGA:Meski Diganti KRIS, Iuran BPJS Kesehatan Tetap Sama hingga 30 Juni 2025

Kendati menurutnya, saat ini pemerintah hanya berfokus pada peningkatan kualitas infrastruktur kesehatan.

Sedangkan upaya peningkatan kapasitas tenaga kesehatan ceneerung terabaikan.

"Kami melihat, hilirisasi SDMK menjadi kunci bagi upaya optimalisasi kelas layanan yang terstandarisasi," tuturnya.

Robert membeberkan sejumlah temuannya di beberapa daerah sebagai contoh.

 "Fasilitas Cath Lab jantung sudah tersedia di rumah sakit, namun dokter spesialisnya yang tidak ada. Kami meminta Kemenkes memberikan fokus khusus terhadap ketersediaan SDMK ini," imbuh Robert.

 BACA JUGA:Diganti KRIS, Kemenkes dan Kemenkeu Evaluasi Tarif Iuran BPJS Kesehatan Baru

Ia juga mencatatkan bahwa penetapan skema pembayaran iuran yang baru harus berkeadilan dengan didahului sosialisasi dan konsultasi publik.

"Hal ini krusial guna mengantisipasi adanya isu out of pocket ataupun peserta JKN yang beralih menjadi peserta non-aktif," tegas Robert.

Hal ini turut diiringi dengan kesadaran pengelola rumah sakit untuk membenahi tata kelola layanan mereka.

 "Besaran iuran peserta bergantung hasil evaluasi yang dilakukan selama penerapan KRIS di tahap awal.

BACA JUGA:Berapa Besaran Tarif Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Usai Diganti KRIS?

Maka dari itu, Ombudsman di tingkat pusat hingga perwakilan akan memantau dan mengawasi sejauh mana rumah sakit mitra BPJS memanfaatkan fase transisi ke depan untuk sungguh berbenah, tegas Robert.

KRIS juga seharusnya menghadirkan tingkatan lanjut bagi perbaikan layanan kesehatan masyarakat.

Menurutnya, KRIS tidak boleh hanya standar ruang perawatan, tetapi juga meliputi standar layanan medis bahkan non-medis.

"Keadilan sosial antar-warga dan keadilan regional antar-wilayah menjadi narasi besar yang menjadi semangat di balik pemberlakuan KRIS sebagaimana ditetapkan Perpres Nomor 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan," pungkas Robert.

 

 

Kategori :