Siswa Laki-Laki Lebih Banyak Drop Out Dibanding Perempuan, Apa Penyebabnya?

Selasa 23-07-2024,05:38 WIB
Reporter : annisa amalia zahro
Editor : Khomsurijal W

JAKARTA, DISWAY.ID--Sekretaris Jenderal Kemdikbudristek Prof. Dr. Ir. Suharti, MA, Ph.D. mengungkapkan bahwa angka siswa laki-laki yang drop out atau berhenti sekolah lebih besar dibanding anak perempuan.

Ia mengungkap bahwa ketimpangan akses pendidikan dasar-menengah antara laki-laki dan perempuan terus mengecil.

Bahkan, semakin banyak perempuan yang menempuh pendidikan tinggi melebihi persentasi laki-laki.

BACA JUGA:Kemdikbudristek Ingatkan Kampus Daftar Akreditasi Sebelum Agustus 2025

"Dalam dua dekade terakhir, perempuan sudah melampaui laki-laki. Padahal kita tahu 'bread winner' di keluarga itu laki-laki. Apa iya kita akan membiarkan drop outers yang putus sekolah lebih banyak laki-laki dibanding anak perempuan?" ungkap Suharti di Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Ia juga menyebut bahwa keluarga cenderung lebih memperhatikan anak-anak yang lebih pandai untuk melanjutkan studi.

Senior Research Fellow The SMERU Research Institute Dr. Asep Suryahadi mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan anak laki-laki lebih banyak drop out dibanding perempuan.

"Kita kadang-kadang kecenderungannya menyandarkan permasalahan dengan mengatakan bahwa anak laki-laki memang lebih nakal daripada anak perempuan sehingga mereka lebih sulit untuk diatur banyak yang Drop Out (DO)," ungkap Asep di Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Kendati demikian, ia menyebut bahwa alasan siswa drop out sangat bervariasi dan bersifat individual ketika ditelisik lebih dalam.

BACA JUGA:Kemdikbudristek Luncurkan Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi

"Beberapa mungkin alasan yang menonjol pertama adalah alasan ekonomi, dalam arti opportunity cost dari sekolah," sebutnya.

Asep mencontohkan, penelitian yang dilakukannya terhadap anak-anak di koridor Ciawi-Sukabumi, di mana terdapat banyak industri boneka dan sejenis yang berdampak besar pada angka DO anak.

"Karena sangat menarik untuk anak-anak bisa memegang uang daripada di sekolah tidak dapat apa-apa," ungkapnya.

Beberapa argumen yang diungkapkan anak-anak tersebut adalah, "Saya menunggu selesai sekolah dengan saya kerja sekarang gajinya sama saja. Jadi mendingan saya kerja dari sekarang."

Selain itu, terdapat faktor peer pressure di antara anak laki-laki yang cenderung berkelompok.

Kategori :