BACA JUGA:Maarten Paes Jadi MOTM Pertandingan Indonesia vs Australia: Laga yang Gila!
BACA JUGA:Dorong Pertumbuhan Desa Wisata, Kemenparekraf Gelar Forum Pentahelix
"Memang rata-rata di atas 20% semua, akan tetapi jangan lupa tahun 2022-2023, pakai pendapatan pun tidak sampai 20%."
Ia juga menegaskan bahwa anggaran yang meningkat bukan berarti lebih baik dibanding dengan tahun sebelumnya.
"Tetapi kita boleh, dong, secara nalar anggaran yang lebih kecil itu akan berpotensi menghasilkan output yang lebih rendah," cetusnya.
Sedangkan anggaran yang meningkat saja tidak selalu sejalan dengan output karena kenaikan biaya.
Di samping itu, dampak yang dihasilkan pun tidak dapat ditangani karena berkurangnya output itu sendiri.
BACA JUGA:Cek Jadwal Rilis iOS 18, Ini Daftar iPhone yang Kebagian Update
BACA JUGA:DPR dan Pemerintah Sepakat Ketua Wantimpres Dijabat Secara Bergantian
Awalil merujuk dampak atau impact dalam hal ini seperti tantangan yang sebelumnya telah dipaparkan.
Sementara output sendiri dapat berupa alokasi program anggaran, seperti BOS, tunjangan guru, biaya pelatihan, dan sebagainya.
Sementara dari pendapatan, ia menyimpulkan kecenderungan anggaran pendidikan tidak terealisasi secara optimal.
"Berlangsung sejak tahun 2020, jika realisasi tersebut dihitung dari total belanja, maka presentasenya menjadi 18,25% (2020); 17,21% (2021); 15,51% (2022); dan tahun yang berjalan 2024 di kisaran 16,45%."
Oleh karena itu, ia menegaskan secara penalaran usulan Kemenkeu untuk mengubah formulasi anggaran pendidikan ini sulit diterima penafsirannya.