Selain itu mi instan hanya dapat tambahan berupa bumbu dari natrium yang sama sekali tidak berbahaya.
"Oke, mi instan itu nggak ada gizinya, jadi nggak ada proteinnya. Minimal itu cuma stark karbo yang dibungkus sama tepung dan kasih bumbu. Bumbunya natrium," bebernya.
Mi Instan Punya Nilai Gizi, Jika...
Dokter Tirta kembali menjelaskan mi instan akan bahaya jika dikonsumsi secara berlebihan.
Misal, kata dia, mi instan bisa menyebabkan tensi tinggi jika dikonsumsi 10 bungkus per hari selama 10 tahun.
"Kalau kamu makan mi instan terus-terusan selama 10 tahun dengan sehari 10 mi instan, ya... tensimu akan naik sistolnya. Kuat kamu makan sehari 10 (mi instan) nggak selama 10 tahun. Nah, oke, berarti sehari sekali," jelasnya.
Ia menyayangkan masyarakat seolah sudah terdoktrin mi instan makan yang tidak baik, tak boleh dikonsumsi.
Padahal, kata Dokter Tirta tidak demikian. Menurutnya tujuan mi instan diproduksi untuk menjadi sumber energi pengganti.
Dalam kondisi tertentu mi instan dapat menolong seseorang dari rasa kelaparan di tengah kondisi tertentu.
Contoh saja, mahasiswa yang jauh dari keluarga atau menetap di kos-kosan, menjadi mi instan sebagai makanan cadangan.
"Nah, yang jadi masalah adalah kita tuh memandang makanan tuh berbahaya kayak racun," tegasnya.
Sebaliknya Dokter Tirta mengklaim menemukan sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa mi instan bernilai gizi jika dicampur dengan sayur-sayuran, telur atau daging.
"Mi instan ini tujuannya digunakan untuk survival (bertahan hidup). Ternyata dari penelitian jika mi instan dimakan menggunakan sayur, telur, daging... ya ada gizinya lah," tegasnya.
Selain itu, dengan mi instan ditambah memakai sayuran hingga daging sebagai sumber protein, dapat mengurangi efek dari pengawet.
"Itu maksudku. Jadi mi instan jika dicampur menggunakan sayur dan menggunakan daging atau telur rebus dua, itu mengurangi efek dari pengawetnya," bebernya.
Ia menuntaskan, "Yang jadi masalah, dia (mi instan) bukan berbahaya tapi nggak ada gizinya kalau mi instan tok."