Dewan Pers Temukan Sederet Pelanggaran Pemberitaan Isu Kekerasan Seksual

Selasa 01-10-2024,12:57 WIB
Reporter : Annisa Amalia Zahro
Editor : M. Ichsan

JAKARTA, DISWAY.ID-- Dewan Pers mengungkapkan sederet pelanggaran yang masih dilakukan oleh jurnalis media dalam memberitakan isu kekerasan seksual.

Terlebih, isu kekerasan seksual merupakan hal yang paling banyak menarik perhatian publik.

Dalam hal kekerasan berbasis gender, perempuan kerap menjadi pihak yang paling banyak merugi.

BACA JUGA:Pakar Hukum dan Dewan Pers Gelar Diskusi Isu Pemberitaan Negatif Perkara PKPU

BACA JUGA:Kuasa Hukum Nilai Kasus Hasto Kristiyanto Harusnya Ditangani Dewan Pers

Namun demikian, media dalam memberitakan isu kekerasan terhadap perempuan mencampurkan antara fakta dan opini.

"Faktanya apa, opininya apa, digiring ke sana semua. Dan yang paling konten-kontennya itu juga menggiring pembaca membuat stereotip gender, menyalahkan perempuan," ungkap Ketua Dewan Pers Ninik Rahahu pada dialog Penguatan Media dan Pers dalam Pencegahan dan Respons Kekerasan Berbasis Gender di Jakarta, 30 September 2024.

Ia juga menyebut bahwa pemberitaan cenderung menormalisasi isu kekerasan seksual, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan berbasis gender.

Bahkan, data yang dihimpun pihaknya pada 2022 lalu menemukan 87 persen media yang melakukan pelanggaran merupakan media online.

BACA JUGA:Anies Baswedan Soroti Nasib Jurnalis, Janji Diskusi dengan PWI dan Dewan Pers

BACA JUGA:Jelang Pemilu 2024, Dewan Pers akan Gelar Deklarasi Komitmen Kemerdekaan Pers Dihadiri oleh Capres-Cawapres

"Lalu yang mendiskriminasi berbasis gender, tertinggi itu karena dia memberikan stereotipe, misalnya perempuan itu janda. Istilah janda itu ditambahkan kalimat-kalimat yang membuat status janda itu status perempuan separuh, minir, jelek begitu. Jadi diberi status yang kurang artinya memberikan perspektif seperti tidak bermartabat, itu diskriminatif," paparnya.

Selain itu juga ada pelabelan-pelabelan, seperti, ibu muda, janda muda, cantik, atau menyalahkan korban (victim blamming) karena memakai baju yang ketat, mandul, dan kata-kata yang kurang baik digunakan.

Lebih lanjut, masih banyak pula pemberitaan mengenai kekerasan seksual yang mengungkapkan korban.

"Pengungkapan identitas korban itu ada yang disebut dengan namanya langsung, atau menggunakan inisial, atau nama singkatan. Kalau tidak pada korban, biasanya (menggunakan) informasi keluarga korban, nama orang tuanya, alamat rumahnya, alamat sekolahnya, nama gurunya, dan lain-lain. Jadi identitas korban itu tidak hanya soal nama," ungkapnya.

Kategori :