Di sisi lain, lanjut Pasaporte, para dokter juga menghadapi sejumlah tantangan berupa kepadatan praktik serta terbatasnya waktu untuk berkonsultasi dengan pasien.
Serta kurangnya kesadaran dan rutinitas dalam mendiagnosis periphetal neuropathy.
Tak ayal, penyakit ini kerap dikenali dan didiagnosis pada tahap yang sudah terlambat, seperti ketika kerusakan saraf sudah berkembang.
Di mana, ketika lebih dari 50 persen serabut saraf sudah rusak, upaya regenerasi saraf tidak lagi memungkinkan.
Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting untuk dilakukan demi meningkatkan hasil pengobatan dan kualitas hidup yang lebih baik.
BACA JUGA:Punya Genetik Penderita Jantung, Bisa Dicegah dengan Hidup Sehat?
BACA JUGA:Ini 5 Jenis Buah yang Berpotensi Bikin Gula Darah Naik, Penderita Diabetes Wajib Tahu
Selain itu juga agar saraf yang sudah rusak dapat diregenerasi ketika kerusakan saraf belum berkembang terlalu parah.
Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah perkembangan DPN (Diabetic Peripheral Neuropathy) atau kekambuhan gejala.
Untuk diketahui, neuropati periferal terjadi pada sistem saraf perifer yang berfungsi mengendalikan tubuh, mulai dari sensasi di tangan hingga gerakan otot.
Gejala yang sering muncul pada penderita neuropati periferal seperti mati rasa, kesemuta, rasa seperti ditusuk, hingga nyeri terbakar, terutama pada kaki dan tangan.
Salah satu faktor yang paling sering menyebabkan neuropati periferal adalah diabetes melitus tipe 2.
Konsultan edokrinologi, diabetes, dan metabolisme UST Hospital dan mantan Presiden Philipine College of Edocrinology, Diabetes, and Metabolism dr Bien Matawaran menjelaskan, "Neuropati periferal pada penderita diabetes sangat umum terjadi di Asia Tenggara. Di ebebrapa neggara, prevalensinya hampir mencapai 60 persen."
Salah satunya studi di Filipina pda 2000 lalu menyebut dari 2.708 pasien di pusat diabetes, sebesar 42 persen prevalensi memiliki neuropatik diabetik berdasarkan catatan medis.