
Kemudian, lanjut Habibur, pada KUHAP baru juga memaksimalkan restoratif justice. Habibur menjelaskan pihaknya akan membuat satu bab khusus restoratif justice.
"Jadi, mulai penyidikan, penuntutan, sampai persidangan bisa di restoratif justice-kan. Jadi, intinya restoratif justice itu kan bagaimana penyelesaian perkara dengan orientasi pemulihan kerugian korban. Bukan semata-mata menghukum si pelaku dengan melibatkan korban dan pelaku," tukasnya.
"Jadi, kalau ada misalnya, dalam pidana tertentu, ya, ada kesepakatan antara korban dan pelaku restoratif justice, bisa dihentikan," lanjutnya.
BACA JUGA:PHK Masih Marak, Pengamat: Ekonomi Indonesia Masih Tidak Seimbang
BACA JUGA:DPR Terburu-buru Sahkan Revisi UU TNI, Amnesty International Khawatir Kembalinya Dwifungsi Militer
Ia mencontohkan pada kasus ibu-ibu yang dituduh ngambil coklat, gitu ya, ngambil coklat dan ngambil kayu hingga ngambil pisang.
"Kalau menurut aturan yang lama, memang harus diselesaikan sampai sidang, gak mengenal perdanaian pidana, kan. Kalau sekarang bisa diselesaikan dengan restoratif justice, bisa dimaafkan," jelasnya.
"Jadi, dihukum oleh, diputus oleh pengadilan, tapi putusannya adalah perbuatan yang terbukti, tetapi dimaafkan dan tidak dikenai hukuman," sambungnya.
Bukan hanya itu, Habibur mengatakan dalam RKUHAP ini nantinya akan mengatur hak-hak kelompok rentan, perempuan, difable hingga lanjut usia.
"Itu di Kuhap Baru yang kita coba maksimalkan. Hal lain, kami membuat pengaturan di Kuhap Baru ini soal hak-hak kelompok rentan, perempuan, defable, kemudian orang lanjut usia. Ini kan akan ada kendala-kendala ketika mereka menghadapi proses hukum, maka harus mendapat perhatian yang khusus dan dilindungi hak-haknya," jelas dia.
BACA JUGA:KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi LPEI, Kerugian Negara Capai Rp11,7 Triliun
BACA JUGA:Komdigi Prediksi Trafik Jaringan Seluler Naik hingga 20% saat Libur Lebaran
Selain itu, dalam KUHAP baru tersebut nantinya akan memperbaiki syarat penahanan.
"Kalau di Kuhap yang existing sekarang, penahanan itu sangat subjektif oleh penyidik. Adanya kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan alat bukti, mengulangi tindak pidana. Bahasanya itu adanya kekhawatiran. Kekhawatiran siapa? Kan susah," ujarnya.
"Nah, kalau yang sekarang, kita bikin pengaturan, adanya upaya melarikan diri. Berarti sudah harus ada perbuatan permulaan untuk melarikan diri, menghilangkan alat bukti, atau mengulangi tindak pidana. Tambah banyak lagi syaratnya. Jadi enggak gampang sewenang-wenang orang ditahan sebelum proses persidangan," sambungnya.