KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi LPEI, Kerugian Negara Capai Rp11,7 Triliun

KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi LPEI, Kerugian Negara Caoai Rp11,7 Triliun-Disway.id/Ayu Novita-
JAKARTA, DISWAY.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan Korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Kedua tersangka teraebut ialah Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
BACA JUGA:KPK Geledah Sebuah Rumah Pribadi terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Perangkat IT Grup Telkom
BACA JUGA:Dilantik Jadi Direktur PFN, KPK Ingatan Ifan Seventeen Setorkan LHKPN
“KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari ini yaitu JM dan SMD,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Kamis, 20 Maret 2025.
Asep menjelaskan bahwa penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Kelas I Jakarta Timur selama 20 hari, mulai hari ini hingga 8 April 2025.
Diketahui, KPK sebelumnya sudah lebih dulu menahan Direktur Utama PT PE Newin Nugroho.
Dua tersangka lain yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan belum ditahan.
BACA JUGA:KPK Panggil Eks Pegawainya Rasmala Aritonang di Kasus TPPU SYL
BACA JUGA:KPK Beberkan Alasan Belum Tahan Donny Tri Istiqomah di Kasus Hasto-Harun
Teruntuk pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).
Adapun, KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlyingpencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: