
Kedua, bagi umat Islam yang berada di luar Arafah melakukan Puasa Arafah. Ketiga, Hari Raya Idul Adha merupakan momen yang sangat ditunggu oleh seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia untuk menyembelih hewan qurban diperuntukkan bagi fakir miskin sebagai tanggung jawab sosial (mas'uliyah ijtimaiyah).
Transformasi nilai kemanusiaan juga tergambar dari pergerakan jamaah dari Arafah menuju Mina. Sejarawan Al Malki menyebutkan, Arafah memiliki makna historis sebagai tempat pertemuan Nabi Adam dan Hawa. "Dalam bahasa Arab, kata 'araf' berarti 'tahu'," kata Al Malki dalam pameran sejarah Arafah.
BACA JUGA:Jamaah Haji Mulai Diberangkatkan ke Arafah, Siap Jalani Puncak Haji di Armuzna
Dia menekankan pentingnya mengenal sejarah tempat-tempat suci dalam haji, sebagai pengingat bahwa ibadah ini adalah tentang kembali kepada jati diri manusia, menjalankan perintah Ilahi, dan berharap ridha-Nya.
Adapun “Mina” berasal dari kata “Al-Muna”, jamak dari “Omniah”, yang berarti “keinginan”. Menurut Al Malki, ketika Malaikat Jibril hendak meninggalkan Adam, ia memintanya untuk mengajukan permintaan—dan Adam pun menginginkan surga.
BACA JUGA:Menjelang Wukuf di Arafah, Ini Rekap Layanan Jamaah Haji Indonesia dalam Angka
Tempat itu juga dikenal sebagai lembah yang pernah dilalui oleh sekitar 70 nabi, termasuk tempat berlangsungnya peristiwa penting dalam kisah Nabi Ibrahim, ketika setan berusaha menggagalkan perintah penyembelihan Ismail.
Prof. Ali Yafie, mantan Ketua Umum MUI, pernah menyampaikan pentingnya kesadaran spiritual dalam ibadah haji. “Kita harus tahu diri, tahu menempatkan diri dan sadar diri.”
BACA JUGA:Haji dan Pesan Membangun Ekonomi Kerakyatan
Ungkapan itu sangat relevan, menurut Amirsyah, khususnya saat menjalani wukuf di Arafah, yang merupakan puncak ibadah haji.
“Simbol pelempar jumrah di Mina adalah bentuk perlawanan terhadap setan dalam diri manusia,” tegasnya.
BACA JUGA:Jelang Puncak Haji, Dirjen PHU: Jangan Sampai Jamaah Menumpuk di Lobi Hotel
Kini, jutaan jamaah haji dari seluruh dunia akan kembali menghidupkan nilai-nilai luhur ini, memaknai ibadah bukan hanya sebagai kewajiban, melainkan perjalanan spiritual untuk menumbuhkan kemanusiaan sejati. (*)