JAKARTA, DISWAY.ID-- Pernyataan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang mengaku tak menerima sepeser pun aliran dana dari kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook menuai beragam tanggapan.
Prof. Dr. Eva Achjani Zulfa, seorang pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), memberikan pandangannya terkait klaim tersebut.
BACA JUGA:Catat! Transjakarta Rute 7C dan 7P Tidak Layani Penumpang di Halte Cawang Sentral
BACA JUGA:Miliano Jonathans Terdaftar di Europa League Perkuat FC Utrecht, Jadwal Pertandingan Semakin Ketat
Menurutnya, meskipun Nadiem terbukti tidak menerima dana, hal itu tidak secara otomatis membebaskannya dari jerat hukum pidana.
Konsep Command Responsibility dan Perbuatan Melawan Hukum
Prof. Eva menjelaskan bahwa dalam kasus korupsi, tidak hanya orang yang menerima uang saja yang bisa dijerat hukum.
Konsep tanggung jawab komando atau command responsibility berlaku bagi pejabat yang memiliki wewenang atau kekuasaan, di mana tindakan atau kelalaiannya menyebabkan terjadinya kerugian negara.
BACA JUGA:Misteri Jurist Tan, Eks Tangan Kanan Nadiem Makariem yang Terus Diburu Kejagung
BACA JUGA:Jangan CENGENG! Yusril Minta Delpedro Hadapi Proses Hukum secara Kooperatif dan Gentleman
"Seorang pejabat publik, apalagi setingkat menteri, bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang ia ambil. Jika kebijakan itu cacat atau memfasilitasi terjadinya korupsi, maka ia bisa dikenakan pasal pidana," ujar Prof. Eva saat dihubungi oleh tim redaksi Disway.id, Jumat 5 September 2025.
Ia menambahkan, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak mensyaratkan adanya aliran dana ke rekening pribadi.
BACA JUGA:Ketua SPRJ Dukung Transjakarta Benahi Halte yang Rusak Usai Demonstrasi: Layak Diberi Reward!
BACA JUGA:Natalius Pigai Apresiasi Kinerja Kemensos Gercep Tangani Korban Demonstrasi
"Pasal ini berfokus pada perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Bisa saja seseorang tidak menerima dana, tetapi karena perbuatannya menandatangani atau menyetujui kebijakan yang merugikan negara, ia bisa dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana," jelasnya.