KPK Sita 2 Rumah ASN Kemenag Senilai Rp 6.5 Miliar Dalam Dugaan Korupsi Kuota Haji dan Umroh

Selasa 09-09-2025,13:06 WIB
Reporter : Ayu Novita
Editor : Reza Permana

BACA JUGA:Nestapa Dito Ariotedjo, Kena Reshuffle dari Menpora di Last Minute hingga Sempat Tinjau Persiapan Haornas

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.

"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,"ujar Asep.

BACA JUGA:Pengakuan Thom Haye Tak Mau Salaman Dengan Pemain Lebanon Pasca Pertandingan Persahabatan 0-0: Mereka Kelewat Batas, Tak Ada Salaman!

BACA JUGA:Kontribusi Pajak PTPN IV PalmCo Melonjak, Sentuh Rp7.7 Triliun dalam Tiga Tahun Terakhir

"Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada," imbuh dia.

Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun dan masih ada kemungkinan untuk bertambah.

KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara.

KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. 

BACA JUGA:KPK Panggil Analisis Senior Departemen Hukum OJK Dalam Kasus CSR BI-OJK

BACA JUGA:Universitas Esa Unggul dan Jakarta ASISI School Perkuat Kerja Sama Melalui Program Sponsorship Glassboard

Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.

Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik rasuah ini.

Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. 

Kategori :