Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa seperti penggeledahan, penyitaan hingga pemeriksaan saksi.
BACA JUGA:Harta Wahyudin Moridu, Anggota DPRD yang Viral Ingin 'Rampok Uang Negara'
BACA JUGA:Pidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Mengulang Sejarah Perjuangan Diplomasi Prof Sumitro
Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.
Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jemaah.
Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
BACA JUGA:Jadi Sponsor Raya Run, Bank Raya Dorong Geliat Ekonomi Digital di Surabaya
Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama.
Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jemaah haji.
Adapun, pada Selasa, 9 September 2025 lalu, KPK telah memeriksa Khalid Basamalah dalam kasus ini.
Ia mengaku didalmi soal visa haji bagi jamaahnya dari furoda menjadi haji khusus yang kuotanya ternyata bermasalah karena dapat tawaran dari seseorang.
Khalid menyebut biasanya jamaahnya berangkat menggunakan visa haji furoda.
BACA JUGA:Amelia Anggraini Kutuk Serangan Israel, Serukan Kemanusiaan untuk Gaza