JAKARTA, DISWAY.ID – Presiden Madagaskar, Andry Rajoelina, tengah menghadapi tekanan politik terbesar sejak terpilih kembali pada 2023.
Ratusan hingga ribuan warga, mayoritas anak muda yang menamakan diri sebagai gerakan Gen Z, turun ke jalan di ibu kota Antananarivo dan delapan kota lainnya dilansir dari BBC.
Mereka menuntut solusi atas krisis listrik dan air yang kerap melumpuhkan kehidupan sehari-hari.
Kerusuhan semakin memanas setelah aparat keamanan melepaskan gas air mata untuk membubarkan kerumunan, meski presiden telah mengumumkan pembubaran kabinet pada awal pekan ini.
BACA JUGA:Haidar Alwi Soroti Narasi Sempit Soal Polri di Tragedi Demo Ricuh Agustus 2025
Aksi massa tersebut tidak mereda, bahkan semakin menguat setelah ajakan protes kembali digaungkan lewat media sosial.
“Presiden harus meminta maaf dan bertanggung jawab. Nyawa rakyat tidak boleh terabaikan,” tulis pernyataan gerakan Gen Z di laman Facebook mereka, merujuk pada korban jiwa yang jatuh akibat tindakan aparat.
BACA JUGA:DPR Ingatkan: Bonus Demografi Bisa Jadi Bumerang jika Gen Z Tak Siap Hadapi Dunia Kerja
Bentrok dengan Aparat dan Kritik PBB
PBB melalui Komisaris Tinggi HAM, Volker Türk, mengecam keras tindakan represif aparat Madagaskar.
Ia menilai penggunaan peluru karet, gas air mata, hingga peluru tajam terhadap massa merupakan kekerasan yang tidak proporsional.
“Saya mendesak aparat keamanan menghentikan penggunaan kekuatan berlebihan, serta segera membebaskan para demonstran yang ditahan secara sewenang-wenang,” kata Türk.
BACA JUGA:Ada Demo Lagi di DPR Hari Ini, Berikut Alternatif Lalu Lintas yang Bisa Dilalui
Menurut data PBB, sedikitnya 22 orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka sejak protes meletus pekan lalu.
Namun, Kementerian Luar Negeri Madagaskar membantah angka tersebut dan menyebut data PBB “berdasarkan rumor dan informasi salah”.
Dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, Presiden Rajoelina menyatakan memahami amarah publik.