"Benar sudah dinyatakan DPO yang bersangkutan setelah dilakukan pemanggilan beberapakali terhadap yang bersangkutan," ujar Anang.
Anang menerangkan, yang bersangkutan sudah dipanggil sebagai saksi sebanyak tiga kali. Namun tidak pernah hadir.
"Sudah dipanggil sebagai tersangka sebanyak 2 kali. Gak pernah hadir," jelasnya.
Ditangani Kejagung
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 BT di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2012–2021.
BACA JUGA:Driver Anak Zaskia Adya Mecca Dianiaya Pengendara Motor di Pasar Minggu, Ngakunya Sih Anggota!
BACA JUGA:Kasus Bullying di Cikarang, Enam Siswa Resmi Jadi Tersangka
Mereka adalah Kepala Badan Sarana Kemenhan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Laksda (Purn) TNI berinisial L, CEO Navato Internasional AG berinisial GK, serta seorang perantara proyek berinisial ATV.
Dalam kasus ini, L diduga menandatangani kontrak dengan GK pada 1 Juli 2016 terkait penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan senilai USD 34.194.300, yang kemudian direvisi menjadi USD 29.900.000.
Penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga disebut dilakukan tanpa prosedur resmi pengadaan barang dan jasa.
BACA JUGA:KSP Luruskan Soal IKN Jadi Ibu Kota Politik: Bukan Berarti Pisahkan Fungsi Ekonomi dan Budaya
BACA JUGA:Kemenpora Lepas Tim Esports Indonesia ke Panggung Dunia FFWS SEA 2025
Navayo sendiri diketahui merupakan perusahaan yang direkomendasikan ATV. Selanjutnya, Kemenhan diduga menandatangani empat sertifikat kinerja (Certificate of Performance/CoP) yang disusun Navayo.
Namun, dokumen itu dibuat oleh ATV tanpa verifikasi atas barang yang dikirim.
Akibatnya, Kemenhan diwajibkan membayar USD 20.862.822 berdasarkan putusan final Arbitrase Singapura, setelah sertifikat kinerja tersebut ditandatangan