JAKARTA, DISWAY.ID-- Permasalahan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang membelit jutaan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan segera memasuki babak penentuan.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar, atau yang akrab disapa Cak Imin, memastikan bahwa rencana kebijakan pemutihan tunggakan iuran akan dirapatkan secara final besok, Rabu 15 Oktober 2025.
BACA JUGA:Dipuji Trump di KTT Perdamaian Gaza, Prabowo Dapat Standing Ovation Pemimpin Dunia
BACA JUGA:Tinjau MPP Kota Kupang, Wamendagri Bima Apresiasi Inovasi Layanan Publik
Wacana penghapusan tunggakan iuran ini muncul sebagai respons atas tingginya angka peserta JKN yang statusnya menjadi nonaktif karena tidak mampu membayar iuran, terutama dari sektor informal dan peserta yang kini telah beralih menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Tunggakan Triliunan Rupiah Menghambat Akses Layanan
Cak Imin, usai bertemu dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti di Jakarta, Selasa 14 Oktober 2025 mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan langkah konkret untuk membebaskan masyarakat dari beban tunggakan.
BACA JUGA:Menlu Sugiono Bantah Laporan Media Israel Soal Prabowo Batalkan Kunjungan karena Bocor ke Pers
BACA JUGA:dr. Adrian Ungkap di Podcast Raditya Dika Cara Efektif Cegah Asam Urat
"Nanti, besok mau kita rapatkan dulu. (Hasilnya) tergantung rapat besok. Segera," ujar Cak Imin, kepada awak media, Selasa 14 Oktober 2025.
Data terbaru menunjukkan, setidaknya 23 juta orang peserta teridentifikasi akan mendapatkan penghapusan tunggakan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, membeberkan bahwa nilai tunggakan yang berpotensi dihapus mencapai angka triliunan rupiah, dengan perkiraan awal mencapai Rp7,6 triliun, belum termasuk denda.
BACA JUGA:Trump ke Prabowo di Penandatanganan Perdamaian Gaza: Luar Biasa, Kerja Bagus!
BACA JUGA:Mendagri, Menteri PU, dan Menag Teken MoU Penguatan Infrastruktur Pendidikan Pesantren
Tunggakan ini sebagian besar berasal dari peserta yang semula mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang kemudian dialihkan statusnya menjadi PBI karena masuk dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), namun masih memiliki kewajiban utang iuran sebelum peralihan status.