Giliran Purbaya Sentil 'Kebocoran' Dana BPJS Kesehatan: Ada Pembelian Alat yang Tidak Relevan

Rabu 22-10-2025,22:34 WIB
Reporter : Hasyim Ashari
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap adanya indikasi inefisiensi dan 'kebocoran' dalam penggunaan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

Salah satu sorotan utamanya adalah praktik pembelian alat kesehatan (alkes) oleh rumah sakit yang kemudian membebani tagihan kepada BPJS Kesehatan, padahal alat tersebut dinilai sudah tidak relevan atau tidak terpakai.

BACA JUGA:Anggaran BPJS Kesehatan 2026 Naik Rp20 Triliun, Dirut BPJS Buka Suara Soal Isu Kenaikan Iuran

BACA JUGA:Tunggakan Peserta Capai Rp10 Triliun, BPJS Kesehatan Tegaskan Pemutihan Tak Bebani APBN

Pernyataan ini disampaikan Menkeu Purbaya usai bertemu dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Rabu 22 Oktober 2025.

Pertemuan tersebut membahas persiapan penganggaran tahun 2026, termasuk alokasi dana sebesar Rp 20 triliun untuk pemutihan tunggakan iuran bagi kelompok masyarakat miskin, sesuai janji Presiden.

Menkeu Purbaya secara spesifik mencontohkan adanya kewajiban bagi rumah sakit untuk memiliki alat kesehatan tertentu, seperti ventilator, yang saat ini dianggap sudah tidak efektif lagi mengingat pandemi Covid-19 telah mereda.

Kewajiban-kewajiban semacam ini dinilai hanya meningkatkan biaya operasional dan pada akhirnya memperbesar tagihan klaim ke BPJS Kesehatan.

BACA JUGA:MKD Gelar Sidang untuk Lima Anggota DPR Nonaktif 29 Oktober: Ada Sahroni hingga Uya Kuya

"Ada rumah sakit yang diharuskan memiliki alat ventilator. Menkeu menilai kalau alat itu dianggap sudah tidak efektif saat ini karena tak ada lagi kasus Covid-19. Hal inilah yang membuat iuran BPJS Kesehatan makin besar," ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Rabu 22 Oktober 2025.

Untuk mengatasi masalah inefisiensi ini, Purbaya menyarankan BPJS Kesehatan untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), yang diharapkan dapat mengefisienkan operasional dan mendeteksi potensi kecurangan. Menkeu menyebut BPJS Kesehatan memiliki sekitar 200 pegawai IT yang bisa diberdayakan untuk tujuan ini.

Selain itu, Purbaya juga meminta agar penentuan alat kesehatan mana yang harus dibeli atau diadakan oleh rumah sakit harus melalui asesmen oleh tim ahli yang independen dan profesional, bukan diputuskan oleh dirinya maupun pihak BPJS Kesehatan semata.

BACA JUGA:Blak-blakan Dokter Kamelia Bayar Rp500 Ribu Tiap Minggu untuk Kamar Ammar Zoni di Rutan Salemba, Benarkah Ada Pungli?

"Saya minta mereka meng-ases alat mana yang harus dibeli dan alat mana yang enggak harus dibeli. Tapi saya bilang aksesnya jangan saya, karena saya bukan dokter, jangan mereka (BPJS Kesehatan) juga. Tapi suatu tim yang punya keahlian betul bidang kedokteran dan rumah sakit," pungkasnya.

Perbaikan efisiensi ini menjadi kunci bagi keberlanjutan program JKN ke depan, sekaligus menjadi prasyarat penting di tengah wacana pemerintah untuk menambah alokasi dana subsidi kesehatan.

Kategori :