BACA JUGA:Comeback Emosional! Trent Alexander-Arnold Akan Tampil di Anfield, tapi Bukan Bersama Liverpool
Setiap kali Trent melakukan pemanasan di pinggir lapangan, terdengar siulan dan kata-kata kasar dari tribun, pemandangan ironis untuk seseorang yang dulu dielu-elukan sebagai “anak ajaib” Liverpool.
Meski demikian, Trent tampil tanpa reaksi berlebihan.
Trent Alexander-Arnold menjalankan instruksi Xabi dengan tenang, seolah telah berdamai dengan kenyataan bahwa tempat yang dulu ia sebut “rumah” kini menolaknya.
Baginya, kembalinya ke Anfield malam itu terasa seperti perjalanan ke masa lalu yang tak lagi sama.
Ia berjalan di atas rumput yang dulu ia bela dengan sepenuh hati, namun kini diiringi sorakan sinis dan tatapan dingin.
BACA JUGA:Format Liga Champions 2027 Berubah Total: Ada Kesenjangan?
Anfield masih bersinar dengan lampu-lampu megahnya, tetapi bagi Trent, cahayanya kini terasa menyilaukan sekaligus menyakitkan.
Ia telah belajar menerima bahwa cinta dari suporter sepak bola bisa berubah secepat angin, bahwa legenda sekalipun bisa menjadi musuh hanya karena satu keputusan.
Di akhir laga, ia menunduk sejenak sebelum meninggalkan lapangan.
Tidak ada tepuk tangan perpisahan, tidak ada sorak penghormatan.
Hanya keheningan di antara riuh kemenangan Liverpool.
BACA JUGA:Lamine Yamal Ukir Sejarah Baru di Liga Champions, Lewati Rekor Zaire-Emery
Secara permainan, Real Madrid harus mengakui keunggulan Liverpool.