Akademisi IAIN Ternate Minta Polemik Gelar Pahlawan Soeharto Dihentikan: Jadilah Bangsa Pemaaf

Minggu 09-11-2025,15:24 WIB
Reporter : Fandi Permana
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Arwan M. Said, memberi pandangan di tengah hangatnya perdebatan tentang wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, HM Soeharto.

Arwan menilai perdebatan tentang masa lalu memang tidak bisa dihindari, tetapi bangsa yang dewasa seharusnya mampu menempatkan sejarah secara utuh—tidak hanya melihat luka, tetapi juga menghargai jasa.

BACA JUGA:Wardah Padel Open 2025 Bakal Hadir di 10 Kota Indonesia, Wadah bagi Perempuan untuk Berekspresi dan Percaya Diri

BACA JUGA:Aksi Patrice Evra Main 3x3 Soccer Cage, Offside Ingin Hidupkan Lagi Street Soccer

“Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang mampu memaafkan. Luka sejarah memang ada, tapi tidak boleh menutup pandangan kita terhadap jasa seseorang. Soeharto punya kontribusi nyata dalam pembangunan, stabilitas, dan penguatan kedaulatan bangsa,” ujar Arwan kepada wartawan, Sabtu, 8 November 2025. 

Arwan menegaskan, penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sebaiknya tidak dilihat dari kacamata emosional pribadi, melainkan melalui pertimbangan objektif terhadap pengabdian dan kontribusinya bagi Indonesia.

“Kita tidak sedang menulis ulang sejarah, tetapi sedang belajar darinya. Menghormati jasa bukan berarti melupakan kesalahan. Justru dari pengakuan itulah kedewasaan bangsa diuji,” tambahnya.

BACA JUGA:Brak! Tenda Acara Maulid Dihantam Avanza di Kembangan, Mabuk?

BACA JUGA:Pro-Kontra Gelar Pahlawan Buat Soeharto, Istana Kasih Penjelasan Begini!

Menanggapi pernyataan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, yang menolak wacana tersebut karena pengalaman masa lalu keluarganya, Arwan menyampaikan empati, tetapi juga mengingatkan pentingnya sikap kenegarawanan.

“Saya menghormati Ibu Megawati sebagai tokoh bangsa dan saksi sejarah. Namun, seorang negarawan harus mampu menempatkan pengalaman pribadi dalam bingkai kepentingan yang lebih besar, yakni persatuan bangsa dan penghargaan terhadap seluruh tokoh yang telah berjasa,” jelasnya.

Arwan menilai, perbedaan pandangan tentang sejarah adalah hal wajar dalam kehidupan berbangsa. Namun, yang berbahaya adalah ketika perbedaan itu diwariskan sebagai dendam kepada generasi berikutnya.

“Kita tidak boleh mewariskan luka, tapi kebesaran hati. Anak-anak bangsa harus belajar menghargai semua pemimpin, baik Soekarno, Soeharto, maupun yang lain, karena mereka semua bagian dari perjalanan kita menuju kemerdekaan yang sesungguhnya,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional bukan soal politik atau popularitas, melainkan keputusan negara yang berdasar pada pengabdian dan jasa nyata bagi rakyat.

“Kalau kita bisa menghargai jasa setiap pemimpin tanpa kehilangan daya kritis, itulah tanda bangsa yang matang dan beradab,” pungkas Arwan.

Kategori :