Ketahanan Pangan Jadi Kunci Turunkan Kemiskinan: BP Taskin dan UI Bahas Strategi Berbasis Kearifan Lokal

Jumat 21-11-2025,15:07 WIB
Reporter : Risto Risanto
Editor : Risto Risanto

JAKARTA,  DISWAY.ID - Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) bersama Universitas Indonesia (UI) melalui Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Ketahanan Pangan sebagai Pilar Pengentasan Kemiskinan Berbasis Kearifan Lokal”.

Acara yang berlangsung di Auditorium Kampus Salemba, Jakarta, ini menjadi rangkaian Dies Natalis Program Studi Ketahanan Nasional.

Seminar tersebut tidak hanya menjadi forum akademik, tetapi juga ruang strategis untuk mempertemukan ide, pengalaman lapangan, serta praktik terbaik dalam upaya menurunkan angka kemiskinan.

Tema ketahanan pangan dipilih karena isu ini dinilai sangat krusial—bukan sekadar urusan teknis pertanian, tetapi fondasi bagi kesejahteraan dan ketahanan nasional.

BACA JUGA:Budiman Sudjatmiko Bantah Terkena Reshuffle, Tegaskan Masih Fokus di BP Taskin

Berdasarkan data terbaru, tingkat kemiskinan Indonesia per Maret 2025 berada di angka 8,47% atau sekitar 23,85 juta jiwa. Meski menjadi angka terendah sejak krisis 1998, penurunannya mulai melambat.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem hingga 0% pada 2026, sebuah target ambisius yang membutuhkan kolaborasi lintas sektor.

Wakil Kepala BP Taskin, Iwan Sumule, menegaskan bahwa strategi penanganan kemiskinan tidak bisa bertumpu pada bantuan sosial semata.

"Kami mengusung pendekatan graduasi kemiskinan, yang tidak hanya memberi bantuan sesaat, tetapi membekali masyarakat agar mampu mandiri,” ujarnya.

Pendekatan ini dibangun di atas empat pilar: pemenuhan kebutuhan dasar, penciptaan pendapatan, pemberdayaan, serta peningkatan tabungan dan investasi.

BACA JUGA:Kepala BPJPH Babe Haikal: Label Halal Bukan Sekadar Urusan Agama, tetapi Gaya Hidup

Salah satu pembahasan menarik dalam seminar ini adalah bagaimana kearifan lokal mampu menopang ketahanan pangan.

Sistem Subak di Bali menjadi contoh konkret. Tidak hanya berfungsi sebagai sistem irigasi, Subak merupakan filosofi hidup yang menekankan keseimbangan dan gotong royong.

Bupati Tabanan, Dr. I Komang Gede Sanjaya, menjelaskan bahwa konsep Subak terbukti relevan hingga kini. “Kami bangga dapat berbagi praktik ketahanan pangan berbasis kearifan lokal. Subak mengatur air secara adil dari hulu hingga hilir melalui musyawarah dan gotong royong, sehingga tidak memunculkan konflik,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa tradisi Subak yang telah ada sejak abad ke-11 menjadi alasan Tabanan masih mampu mempertahankan kedaulatan pangan dan surplus beras meski lahan terbatas.

Dari Kabupaten Solok, Sumatera Barat, praktik pertanian tradisional, penyimpanan pangan, hingga kuliner fermentasi seperti dadiah dipaparkan sebagai bukti bahwa budaya lokal bisa menjadi benteng ketahanan pangan. Salah satu narasumber menjelaskan bahwa kearifan lokal bukan sekadar warisan leluhur, tetapi modal sosial dan ekologis yang telah teruji menghadapi berbagai krisis.

Kategori :