Tren Kasus ABH: Kenakalan Remaja atau Korban Bullying?

Selasa 02-12-2025,07:36 WIB
Editor : M. Ichsan

Bukan tanpa alasan, Rini menegaskan bahwa dengan kehidupan sehari-hari yang saat ini serba digital, interaksi anak pun juga turut menjadi serba cepat dan instan.

“Hal ini terkait juga dengan pengendalian impuls dan regulasi. Jika orang tua tidak mengawasi langsung, bisa jadi anak tidak mendapat feedback yang tepat dari tingkah lakunya,” tegas Rini.

Penanganan Korban Bullying Tidak Boleh Dianggap Remeh

Di sisi lain, Rini juga turut menekankan bahwa penanganan psikis dan mental  korban bullying pun juga tidak boleh diabaikan begitu saja, dan menjadi salah satu hal utama yang harus dilakukan.

Bukan tanpa alasan. Pasalnya, bullying sendiri juga menjadi salah satu faktor terbesar pemicu tindakan bunuh diri, terutama di kalangan anak usia remaja.

“Mereka belum matang untuk memahami keseluruhan konteks permasalahan. Masih terus membutuhkan bimbingan pendampingan,” ucap Rini.

Oleh karena itulah, sejumlah cara seperti pemberian psikologis atau konseling juga menjadi salah satu langkah penting dalam membantu para korban bullying untuk dapat mengatasi trauma mereka

Selain memberikan pendampingan psikologis, membangun komunikasi antara orang tua dan anak juga turut penting untuk dilakukan agar anak dapat mencari orang tua sebagai resource utama.

“Perlu disadari, anak-anak ini juga mendapat paparan mengenai ide dan tingkah laku bunuh diri. Paparan terus menerus tertanam di pikiran anak bahwa bunuh diri menjadi salah 1 opsi penyelesaian masalah. Masih terus membutuhkan bimbingan pendampingan,” jelas Rini.

“PR bagi kita orang tua adalah secara aktif terus membangun komunikasi yang terbuka sehingga apapun masalahnya anak dapat mencari orang tua sebagai resource utama,” tambahnya.

Inovasi KemenPPPA: 'Mata Rantai Zero' Hadir, Ubah Rumah Jadi Zona Bebas Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual, terutama yang terjadi dalam lingkup privat seperti rumah tangga, seringkali menjadi fenomena gunung es yang sulit terdeteksi.

Merespons tingginya kasus yang terjadi di lingkungan domestik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengumumkan sebuah langkah terobosan mendesak yang berfokus pada pencegahan hulu dan penguatan intervensi keluarga.

Program baru yang dijuluki "Mata Rantai Zero" ini bertujuan untuk memutus siklus kekerasan seksual dengan mengubah persepsi, memperkuat peran keluarga, dan meningkatkan literasi hukum bagi seluruh anggota keluarga.

Pilar I: Literasi Hukum dan Seksualitas dalam Keluarga

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Irjen Pol (Purn) Desy Andriani menyadari bahwa kurangnya pemahaman tentang hukum dan hak-hak dasar menjadi celah besar bagi pelaku.

Kategori :