JAKARTA, DISWAY.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai mengusut dugaan korupsi dalam perpanjangan konsesi Tol Cawang–Pluit yang melibatkan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
Penanganan perkara masih berada pada tahap penyelidikan, namun sejumlah temuan auditor negara dinilai menguatkan indikasi adanya pelanggaran serius.
BACA JUGA:Kapan Spotify Wrapped 2025 Rilis? Cek Prediksi Jadwal dan Cara Lihatnya
BACA JUGA:Pelindo Peduli, Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Banjir dan Longsor di Sumatera
Ketua Umum Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Arifin Nurcahyono menyebut bukti yang ada sudah cukup kuat untuk ditingkatkan ke penyidikan. “Kami melihat indikasi tindak pidana korupsi oleh CMNP sangat jelas dan sudah memenuhi syarat untuk penetapan tersangka,” ujarnya kepada wartawan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya menyoroti proyek pengembangan tol layang Ancol Timur–Pluit yang diduga tidak melalui proses pelelangan sebagaimana mestinya. Ketidaksesuaian prosedur tersebut dinilai menyebabkan pemerintah tidak memperoleh skema investasi terbaik, sebagaimana tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester I Tahun 2024.
Selain itu, dugaan pelanggaran juga muncul pada perpanjangan konsesi Tol Cawang–Priuk–Ancol–Pluit.
Konsesi yang seharusnya berakhir pada 2025 itu diperpanjang hingga 2060 sebelum jatuh tempo pada 2020 tanpa proses lelang, sehingga diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengusahaan jalan tol.
Arifin mendesak Kejagung memeriksa pemilik CMNP, Jusuf Hamka, serta mantan pejabat BPJT.
“Kejaksaan Agung harus memeriksa kembali Jusuf Hamka dan para mantan pejabat BPJT. Penggeledahan di kantor CMNP dan rumah Jusuf Hamka perlu dilakukan untuk mengamankan bukti sebelum hilang,” katanya.
Ia menyebut potensi kerugian negara mencapai puluhan triliun rupiah akibat konsesi yang tidak kembali ke negara melalui BUMN operator jalan tol. “Masyarakat juga dirugikan, karena seharusnya tol Cawang–Priuk–Ancol–Pluit bisa dinikmati gratis setelah masa konsesi selesai,” ucapnya.
Arifin menegaskan Kejagung memiliki dasar yang cukup untuk menaikkan status perkara. “Sudah ada dua alat bukti yang memenuhi syarat untuk menetapkan tersangka. Kejaksaan Agung tidak boleh tebang pilih dalam mengembalikan aset negara yang dikuasai pihak swasta dengan cara melanggar aturan,” tegasnya.
Ia juga meminta Jampidsus bertindak cepat.