Otot Kuat
Menantu Pak Iskan dan anaknya latihan berjalan setelah operasi lutut.--
Bukan baru sekarang ini menantu Pak Iskan itu kesakitan (lihat Disway: Empati Wanita). Pun delapan tahun lalu. Yakni ketika operasi lutut kanan. Tempurung kanan diganti made in Germany. Itulah salah satu yang membuat menantu Pak Iskan itu tidak pernah mau lagi operasi yang kiri. Dia tahu sakitnya seperti apa.
Tapi kian tahun lutut kiri itu kian sakit. Sampai pincang. Meringis. Kesakitan. Tiap hari menahan ngilu. Ketika Perusuh Disway kumpul di DIC Farm, dia hanya bisa masak lima jenis menu. Itu pun sambil menahan nyeri tiada henti.
Sebenarnya, enam bulan lalu, dia sudah termakan rayuan suaminyi: mau operasi yang kiri. Dia tahu, meski operasi yang kanan dulu sakitnya bukan main, tapi akhirnya berhasil. Ketika yang kiri mulai sakit, yang kanan itu jadi andalan. Apalagi ketika yang kiri kian parah.
Saat lutut kanan dioperasi dulu, sebenarnya yang kiri juga sudah sakit. Tapi masih level dua. Tunggu menjadi level tiga atau empat. Begitu sakitnya mencapai level empat mau tidak mau harus operasi. Tapi dia mencoba bertahan. Tunggu sampai level lima --padahal tidak ada istilah level lima dalam ilmu kedokteran orthopedi.
Level lima itu pun tiba. Berbagai pengobatan sudah dicoba. Tidak berhasil.
"Ya sudah, operasi", katanyi.
Saya pun bikin janji dengan dokter Dwikora yang kini sudah profesor doktor. Dr Dwikora-lah yang dulu mengoperasi lutut kanan. Menantu Pak Iskan itu pun masuk rumah sakit. Sudah bawa kopor. Saya juga sudah bawa bahan bacaan: ikut bermalam di rumah sakit. Besoknya, pagi-pagi, dijadwalkan operasi lutut kiri.
Tak lama setelah masuk rumah sakit dilakukanlah pemeriksaan: gula darahnyi di atas 300. Terlalu tinggi untuk operasi besar. Berisiko. Operasi pun dibatalkan. Dokter minta agar gula darah itu diturunkan dulu. Dokter memberi waktu tiga bulan.
Malam itu kami tidak jadi bermalam di rumah sakit. Kopor dan bacaan ikut pulang. Menantu Pak Iskan pun kelihatan agak senang: tidak jadi operasi.
Tiga bulan pun berlalu.
Gula masih tetap tinggi.
Teman-temannyi bercanda: sengaja dijaga tetap tinggi agar tidak operasi.
Tiba-tiba, pekan lalu dia memberi tahu saya: "anak laki-laki kita akan operasi lutut. Tanggal 12 Desember".
Lutut si anak pernah dioperasi, 20 tahun lalu. Itu karena cedera berat saat main sepakbola. Dipasanglah dua sekrup di tulutnya. Kini skrup itu sudah waktunya dilepas. Sekalian ganti tempurung. Made in Amerika.
Itu anak kesayangannyi.
"Ibu bersama-sama saya saja operasi lutut," kata si anak kepada ibunya.
Besoknya sang ibu bicara pada suaminyi. "Saya mau kalau operasinya sama-sama ....", ujarnyi seraya menyebut nama anaknyi itu.
Maka diputuskan mendadak: tanggal 11 Desember sang ibu operasi. Tanggal 12 Desember, esoknya, giliran sang anak. Di rumah sakit yang sama: RS Orthopedi Surabaya.

Azrul Ananda usai menjalani operasi lutut bersama ibunya.--
Dokternya sama: Theri Effendy. Alumnus Unair Surabaya. Murid Prof Dr Dwikora. Umurnya baru 45 tahun. Ganteng. Athletis.
Theri memang olahragawan: gila sepeda. Hampir selevel dengan anaknya menantu Pak Iskan. Hubungan mereka bukan lagi seperti dokter dan pasien. Sudah seperti di film Hate and Love --saya lupa apakah benar-benar ada film dengan judul itu.
Si anak menjalani operasi tanpa mengeluh sakit. Di hari kedua setelah operasi, si anak sudah latihan jalan. Sehari setelah operasi itu ia sudah bisa ke kamar sebelah: menengok ibunya --meski masih pakai alat bantu empat kaki itu.
Mungkin karena ditengok anak, sang ibu merasa lebih bersemangat. Sore harinya, ketika sang ibu menjalani fisioterapi tidak mengeluh sakit lagi.
Apalagi ketika melihat si anak di hari ketiga sudah latihan naik tangga. Sang ibu terlihat begitu termotivasi. Dia pun melakukan fisioterapi lanjutan dengan senyuman.
Saya pun bertanya kepada anaknya menantu Pak Iskan itu: mengapa Anda, di hari kedua, sudah latihan berjalan, dan di hari ketiga sudah bisa latihan naik tangga.
"Karena otot-otot kaki saya kuat," ujar Presiden Persebaya itu. "Saat operasi dilakukan, otot kaki saya dalam kondisi terkuat sejak Covid-19," tambahnya.
Itu karena tiap hari ia naik sepeda. Setidaknya 150 km. Sesekali 250 km. 300 km. Agustus lalu bahkan 1500 km --dari Merak, menyusuri pantai selatan Banten, pantai selatan Jabar, Jateng, Pacitan, Lumajang sampai Banyuwangi.
Sudah pernah pula ia naik sepeda dari Surabaya sampai Labuhan Bajo. Sudah biasa ikut event sepeda di Amerika, Italia, sampai Barcelona.
Sang anak punya otot kaki yang sangat kuat. Si ibu punya gula darah setinggi 300.
Ibunya itu sebenarnya juga sering pergi. Jurusannya yang beda: tengkleng di Solo, sate kambing di Tegal, dan Pagi Sore di PIK Jakarta.
Dengan lutut barunyi nanti --made in Germany di kanan dan made in Amerika di kiri-- dia akan uji coba perjalanan pertamanyi ke Makkah. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 14 Desember 2025: Empati Wanita
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
SAYA MERAWAT ALMARHUMAH ISTRI PERTAMA YANG KENA CA MAMAE SELAMA 6 TAHUN.. Saya bukan orang romantis. Tidak pandai merangkai kata saat bicara. Tapi saya tahu satu hal, saat istri sakit, saya harus ada. Enam tahun lamanya saya merawat almarhumah istri pertama yang terkena Ca mamae—dari operasi, penyinaran 35 hari, hingga kemo 6 kali dalam 6 bulan. Semua saya jalani penuh, di saat saya seharusnya menyusun tesis S2. Saya tidak bekerja, tidak kuliah. Fokus saya satu, menemani istri. Pernah saya dengar perawat berbisik, “Kayaknya yang pegawai BUMN itu istrinya, suaminya full ngurusi.” Saya diam saja. Itu bukan pengorbanan, itu kewajiban. Dua tahun pasca kemo, beliau sehat, aktif dinas, ikut PORSENI. Tapi kemudiah kondisi menurun. Stadium naik. Tahun kelima, 24 kali opname. Tahun keenam, hanya 2 kali opname, tapi opname terakhirnya delapan bulan sampai beliau berpulang. Saya menolak promosi VP, bahkan turun pangkat dua tingkat, demi tidak pindah dan tetap mendampingi. Alhamdulillah, sepuluh tahun kemudian, jabatan itu akhirnga datang juga. ### Yang paling menggetarkan, setelah beliau wafat, delapan wanita melamar saya. Saya belum siap. Tapi dua anak saya kemudian mencarikan dan memilihkan pengganti ibunya. Di situlah saya belajar: cinta bukan soal kata, romantis atau tidak, dan seterusnya. Tapi cinta saya selalu hadir di setiap tahapan pengobatannya—sampai tuntas.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
EMPATI TANPA MANJA, TEGAS TANPA MELUKAI.. 1). Kepada istri pasca operasi ganti lutut/pinggul Empati di sini bukan sekadar kata manis atau ikut mengeluh. Empati adalah hadir secara utuh. Mendengarkan keluhan tanpa memotong, mengakui rasa sakitnya tanpa meremehkan, dan tetap jujur soal keharusan fisioterapi. Sentuhan kecil—cium kening, menggenggam tangan, menemani diam—sering lebih bermakna daripada ceramah panjang. Namun empati juga berarti tidak ikut menyerah. Menjelaskan risiko dengan bahasa sederhana, memberi harapan realistis, dan tetap mendorong disiplin latihan adalah bentuk cinta jangka panjang. Menahan air mata hari ini demi langkah yang lebih ringan besok. 2). Kepada anak buah wanita yang tertimpa cobaan berat Empati dimulai dari menghormati martabatnya. Jangan menghakimi, jangan menggurui, dan jangan pula memamerkan simpati berlebihan. Dengarkan ceritanya, akui beban psikologisnya, dan beri rasa aman: bahwa ia tidak sendirian. Pada saat yang sama, empati bukan berarti melonggarkan standar. Tetap perlakukan ia sebagai profesional yang mampu bangkit. Bantu dengan kejelasan proses, perlindungan yang adil, dan komunikasi jujur. ### Empati sejati bukan membuat orang nyaman sesaat, tapi membantu mereka tetap berdiri saat dunia sedang menarik karpet dari bawah kakinya.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
ANTARA JIWER, FISIOTERAPI, DAN CINTA TANPA GULA-GULA.. Tulisan pak Dahlan hari ini terasa seperti membaca buku manual kehidupan edisi jujur—tanpa ilustrasi bunga, tanpa stiker hati. Ada cinta, tapi bukan cinta yang dimanja-manja. Ada empati, tapi tidak dibungkus rayuan murahan. Komentar “Definisi Mewah” memang indah. Menenangkan. Cocok untuk jiwa yang remuk seperti keramik jatuh dari rak atas. Tapi hidup nyata seringkali bukan sesi konseling, melainkan ruang fisioterapi: sakit, dipaksa bergerak, lalu pelan-pelan pulih. Pak DI konsisten, ke perempuan tidak pakai “diskon emosi”. Diangkat karena mampu, ditegur karena kuat. Istri, direksi, wartawan—semua diperlakukan sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab atas pilihannya, termasuk pilihan untuk menahan sakit demi masa depan. Bagian favorit saya justru saat “Saya pilih mati!” dibalas dengan logika anatomi lutut. Itu bukan kurang romantis. Itu cinta versi engineering: tidak banyak kata manis, tapi memastikan mesin tetap jalan. Dan penutupnya jleb, membuat bahagia itu kadang bukan dengan janji ringan, tapi dengan ekspektasi berat—agar realitas terasa lebih ramah. Romantis? Mungkin tidak. Bertanggung jawab? Jelas. Dan itu, bagi saya, justru "definisi mewah".
Jokosp Sp
Tiga kali saya temukan komunikasi Abah dengan Si Galuh Banjar terucap "ANDA". Waduhhhhhhh. Sepertinya kebawa seperti saat wawancara, atau sedang memberikan ceramah, atau presentasi dengan orang yang lebih muda (yunior). Perlu sekali saran seperti dari "Devinisi Mewah" diterapkan : cara komunikasi yang baik itu seperti apa berdasarkan spychologi. Usul saja : Abah harus bisa wawancara dan ketemu sama "Devinisi Mewah" langsung. Saya merasakan tulisannya semua benar.
Echa Yeni
Membaca kompil Definisi mewah jdi berasa "Wah",bner2 ini yg bener utk dilakukan.tpi sekaligus mnjadi meW4H tuk diamalkan. Jadi ingat pitutur "java people, Tombo sejatine iku awake dewe". Itu tentang bagaimana kita merespon menyikapi menanggapi apa yg terjadi pada diri kitadan nagaimana seharusnya kita menghadapi menjalininya. Paling enak iku yen iso "mbalikne" saksembarange maring sing/Sang Peparing
Hasyim Muhammad Abdul Haq
Perusuh "Definisi Mewah" (DM) baca tulisan kemarin saja sudah nyalahin Pak Dahlan nggak berempati, apalagi kalau dia datang di acara HIPMI di Mojokerto 2 minggu lalu. Di situ Pak Dahlan bilang kalau urusan anak-anak semua yang tahu hanya Bu Dahlan. Bahkan anak sekolah di mana pun, Pak Dahlan tidak tahu. Bayangkan! Bisa dimarahin habis itu Pak Dahlan sama si DM.
Hasyim Muhammad Abdul Haq
Saya diberi tahu istri -yang merupakan follower mbak Ivo Ananda- bahwa mas Azrul juga ganti lutut. Jadi ini Bu Dahlan dan Mas Azrul sama-sama ganti lutut? Semoga lekas sembuh keduanya. Pak Dahlan jangan ke mana-mana dulu. Tungguin istri dan anak dulu. Hehe..
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
GANTI LUTUT, BUKAN GANTI HATI.. Operasi ganti lutut bukan garis finis. Justru itu garis start. Banyak pasien fokus pada operasinya, tapi lupa bahwa hasil jangka panjang ditentukan oleh disiplin setelahnya. JANGKA PENDEK. Yang wajib diperhatikan: nyeri hebat itu normal, bengkak juga wajar. Jangan panik, tapi jangan “bah-bah-no”. Fisioterapi dini itu mutlak, bukan opsi. Menunda latihan karena takut sakit justru memperpanjang penderitaan. Minum obat sesuai aturan, jaga luka operasi tetap bersih, dan laporkan segera bila ada demam tinggi, nyeri ekstrem tak wajar, atau kemerahan berlebihan. JANGKA MENENGAH. Fokus pada konsistensi latihan. Lutut baru itu harus “dikenalkan” kembali pada tubuh. Rentang gerak, kekuatan otot paha, dan keseimbangan harus dilatih rutin. Di fase ini mental sering kalah duluan—merasa sudah cukup, lalu malas latihan. Ini jebakan paling umum. JANGKA PANJANG. Jaga berat badan, hindari gerakan ekstrem berulang, dan pahami bahwa lutut buatan bukan lisensi hidup sembrono. Ia kuat, tapi tetap punya batas. ### Intinya sederhana. Pisau bedah memperbaiki struktur. Tapi disiplin memperbaiki masa depan. Tanpa fisioterapi dan komitmen, operasi mahal hanya jadi suvenir logam di dalam tubuh.
Lagarenze 1301
Setelah membaca CHD hari ini hingga titik terakhir, kesimpulan saya: Pak Dis bukan suami yang romantis blas. Tidakkah Pak Dis menyadari bahwa kalimat "bah-bah-no" ataupun "saya pilih mati" sesungguhnya adalah tanda merajuk dan permintaan agar suami menghiburnya dengan kata-kata sayang dan cinta? Aneh, memang. Bukannya merayu, memuji, dan berkasih-kasih, suami malah berteori soal lutut jauh dari napas --yang sebenarnya istri sudah tahu itu. Mungkin dalam hati istri malah mangkel mendengarnya. Jelang fisioterapi kedua, setelah membujuk "nanti malam fisioterapi, ya", suami bukannya duduk manis menemani, ia malah pergi. Ketika kembali, suami justru bertanya, "Tadi pasti sakit sekali, ya?" dan "Tadi sampai menangis, ya?" Pertanyaan yang konyol. Lebih konyol lagi, bukannya memuji dan menyanjung istri yang berhasil melewati fisioterapi kedua, suami malah melontarkan kalimat yang kejam: "Besok akan lebih sakit dari itu." Mungkin Galuh Banjar akan terbawa ke kenangan lama, ketika mereka sama-sama aktif di siaran radio di Semarang. Pemuda itu naik sepeda, menawarkan untuk mengantar, lalu mereka pun berboncengan. Seolah dunia milik berdua. Begitulah. Pak Dis sebenarnya romantis, tapi dengan cara yang berbeda.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
CINTA VERSI REALIS: CINTA DAN TEGA.. Tulisan ini bukan soal perempuan, bukan soal psikologi, bahkan bukan soal fisioterapi. Ini soal kepemimpinan dalam kehidupan paling pribadi, saat orang yang kita cintai ingin menyerah, dan kita harus memilih—ikut larut. Atau tetap berdiri sebagai penunjuk arah. Pak Dahlan menunjukkan satu hal yang jarang dibahas: mencintai itu kadang berarti tega. 1). Tega memberi tahu konsekuensi. 2). Tega merusak ilusi. 3). Tega tidak ikut menangis, karena ada tugas lebih penting: memastikan orang yang kita cintai masih bisa berjalan besok. Dialog dengan istri di ruang rawat itu terasa lebih jujur daripada seribu kalimat motivasi Instagram. Tidak ada “kamu pasti kuat”, yang ada “kalau tidak ini, akibatnya itu”. Dingin? Mungkin. Tapi justru di situlah kehangatannya: tidak membiarkan harapan palsu tumbuh. Bagian “bah-bah-no” sampai “Anda tidak bisa mati” itu bukan kekerasan verbal. Itu wake-up call kelas premium—tanpa seminar, tanpa slide PowerPoint. Dan hasilnya konkret: langkah demi langkah. Menangis boleh, menyerah tidak. Tulisan ini mengingatkan kita senua. Cinta bukan soal membuat hari ini nyaman, tapi memastikan esok hari tetap mungkin. Kadang yang dibutuhkan bukan pundak untuk bersandar, melainkan setang yang dipegang erat agar tidak jatuh.
Murid SD Internasional
Terhitung mulai hari ini, 14 Desember 2025, saya mengkampanyekan satu alternatif pangan standar darurat bencana, sekaligus sebagai persiapan pra-bencana. Yaitu, panganan berbasis High Energy Biscuit (HEB) ala organisasi logistik pangan raksasa skala dunia, World Food Program (WFP), namun dalam dua varian: manis murni, dan gandum tawar, yang khusus dirancang untuk demografi Indonesia. Gagasan lengkap dan utuhnya, sudah saya dedahkan, ke dalam bentuk 3 (tiga) surat terbuka. 1. Surat terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia. 2. Surat terbuka untuk pemerintah Indonesia. 3. Surat terbuka untuk industri biskuit Indonesia. Jika Anda punya waktu senggang, Anda bisa membacanya di www.muridsdinternasional.wordpress.com Dan berhubung surat terbuka untuk pemerintah dan untuk industri biskuit baru saja saya tembuskan hari ini, maka gagasan pangan darurat High Energy Biscuit ini jelas belum mewujud, di Indonesia. Anda bisa mulai stok, panganan biskuit versi Anda sendiri. Anda bisa cari yang masa kadaluwarsanya hingga 1-2 tahun ke depan, dan simpan sebagai persediaan untuk Anda dan keluarga yang Anda sayang. Tolong jangan bosan, dan jangan keberatan, jika 365 hari ke depan, saya akan terus mewartakan pesan ini, di kolom CHDI ini.
Murid SD Internasional
Sudah dua pekan lebih, listrik Aceh Tamiang masih juga belum menyala, gelap padam selama lebih dari empat belas malam. Mulai dari Kuala Simpang, Bukit Panjang, Lubuk Sidup, Telaga Meuku, Tanjung Lipat, Batang Ara, Blang Kandis, Lubuk Damar, dan masih ada sederet desa lain lagi yang tidak bisa saya sebutkan. Seluruhnya diselimuti gulita begitu senja menjelang. Mohon kepada rekan-rekan senior di CHDI yang masih aktif mengirimkan bantuan dan masih aktif menerjunkan relawan, agar berkenan membawa Bluetti Solar Panel Portable, maksimum dengan daya 1.800 watt, di Tokopedia kisaran harganya Rp10 juta hingga Rp13 juta. Bisa menerangi satu desa di Aceh Tamiang. Bisa menyalakan kembali, smartphone, laptop, dan powerbank. Sekaligus bisa memberikan kembali senyum pendar bahagia bagi ribuan penyintas bencana banjir bandang. Atau sekadar penerangan saja, harga lebih ekonomis, bisa pilih Solar Cell Lamp Hilios 50W / 100W di kisaran harga Rp150 ribu hingga Rp250 ribu. Maka, dalam sekejap, persoalan satu kabupaten hingga dua pekan masih padam, bisa langsung terselesaikan. Mohon tembuskan ini ke sebanyak-banyak relawan, dan kepada segenap insan tinggi pemerintahan.
istianatul muflihah
Jadi caregiver memang tidak mudah. Setidaknya butuh kesabaran yang tebal. Atau ditebal tebalkan. Saya pernah mengalami, dan mungkin ada kalimat yang kurang lebih sama dengan yang abah ucapkan. Saat ibu saya sakit dan beralasan tidak mau minum obat karena efek sampingnya tidak nyaman. Tapi, belum ada cara lain selain minum obat itu agar gejala utamanya mereda. Secara teori, menurut psikologi, menasehati dari hati ke hati memang yang terbaik. Atau abah menyebut cara wanita itu. Tapi kenyataan tidak selalu bisa begitu. Yang bisa begitu dan berhasil, alhamdulillah. Mantab luar biasa. Yang tidak bisa dengan cara itu, bisa di coba metode yang seperti ini. Meskipun bisa jadi tidak langsung nyaman mendengarnya. Doa buat Bu Nafsiah Sabri, semoga pemulihannya bisa cepat dan kembali berjalan tanpa nyeri lagii
Liáng - βιολί ζήτα
Membuat bahagia istri ternyata mudah: memberikan gambaran yang berat, lalu dia bahagia ketika ternyata kenyataannya tidak berat. (Dahlan Iskan) Bisa jadi, kenyataannya "bukan tidak berat" tetapi secara emosional "sudah lebih siap". Pendekatan yang dilakukan oleh Pak DI dengan memberi gambaran yang lebih berat sebelum menghadapi sesuatu biasa disebut "emotional priming" Tentu saja, sebagai suami - Pak DI tahu persis kondisi psikologis Ibu, sehingga pendekatan secara terukur seperti di atas dapat berjalan dengan baik. Berbeda halnya - untuk orang yang tidak begitu dikenal, misalnya - pendekatan "emotional priming" bisa jadi justru akan berakibat lebih buruk. Semestinya melalui pendekatan "gradual exposure" terlebih dahulu.....
Beny Arifin
Cara cara yang disampaikan Definisi Mewah cocok diterapkan buat selebgram yang suaminya diam diam nikah siri dengan seorang artis itu. Segala romantisme dan kelebaiannya benar benar menemukan tempatnya. Klop seperti HP ketemu chasing nya. Tapi dalam kasus Pak DI dengan bu Ira ya gak masuk menurut saya. Romantismenya salah tempat secara Pak DI mantan atasan. Dan kelebaiannya gak klop dengan profil bu Ira yang mantan petinggi GAP, Sarinah, PT Pos, dan ASDP. Yang pernah mengeksekusi transaksi trilyunan. Selebihnya saya setuju Pak DI sedikit kurang empati hehehe....
Udin Salemo
Ini hanya perkiraan Inyong saja. Setelah baca tulisan ini- mungkin- wong Darjo kae akan celoteh begini: "Oh, pantes selama ini Galuh Banjar tak boleh ikut kya-kya around the world karena alasan sakit tempurung lutut." Setelah sakit lutut beres kira2 apalagi alasan pak boss supaya Galuh Banjar tak ikut jalan-jalan ke luar negeri? Begitu mungkin pertanyaan wong Darjo selanjutnya. Bagi orang yang suka jalan-jalan dan ambil foto berdampingan dengan 5i sudah tersedia Redmi 14 series yang lebih maknyooosss... Perusuh Serpong siap menerima lungsuran Redmi 13 Pro. Skor sementara: Wong Darjo: 2 Perusuh Disway: 0 Persis macam kemenangan Liverpool semalam, hehe...
Ahmad Zuhri
Mau komentar menasehati boleh, mau komentar diluar topik silahkan.. Mau mengkritik tidak dilarang, mau menghujat silahkan dipikir dulu sebelum dituliskan.. Itulah esensi dari Perusuh, dan kenapa disebut Perusuh.. karena terserah mereka sendiri, dan kl mungkin ada akibat hukumnya ya masing-masing bertanggungjawab.. Tapi yg pasti disini tempat belajar menulis, saya jadi tau dan merasakan paragraf yg pendek2 ternyata lebih lincah dan tidak kehabisan nafas untuk membacanya.. Abah itu pintar memancing komentar, buktinya komentar saya yg tidak penting dipilih sebagai komentar pilihan, efeknya saya jadi sungkan kl tidak komentar hahaha.. Padahal sebelumnya mmg jarang komentar dan diam biar dikira emas hihihi.. Semangat pagi..
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:

Komentar: 28
Silahkan login untuk berkomentar