Tafsir Wapres untuk Nasib Sendiri

Tafsir Wapres untuk Nasib Sendiri

Multi tafsir. Mengapa Jokowi pilih Ma'ruf Amin. Dan mengapa Prabowo pilih Sandiaga Uno.

Tafsir 1:
Dua-duanya percaya diri. Berani tidak ambil tokoh dengan rating tinggi.

Jokowi mungkin percaya omongan ini: disandingkan dengan sandal jepit pun akan menang.

Pasangan yang dipilih tidak harus yang bisa menambah suara. Yang penting tidak mengurangi suara.

Itu mirip dengan posisi Pak SBY. Di periode kedua. Yang memilih Pak Budiono. Sebagai cawapres: tua, nurut, tidak mbantahan, tidak menjadi matahari kembar, tidak punya potensi menjadi presiden berikutnya.

Dengan pasangan seperti itu Pak Jokowi berharap bisa jadi satu-satunya matahari.

Pertanyaan: benarkah Kyai Ma'ruf Amin tidak mengurangi suara Jokowi?

Bagaimana dengan banyaknya Ahoker yang bukan Jokower? Tentu mereka kecewa. Kyai Ma'ruf Amin adalah tokoh yang membuat Ahok masuk penjara.

Sebaliknya sebagai tokoh sentral 212 bisa jadi Kyai Ma'ruf menambah suara. Dari kalangan Islam. Meski sejak awal tagline 212 adalah ganti presiden.

Tinggal hitung-hitungan. Lebih banyak Ahoker yang kecewa atau 212 yang batal ganti presiden.

Prabowo juga percaya diri. Tidak ambil ulama. Justru ambil anak muda. Tidak takut 212 lari ke sana.

Tasfir 2:
Jokowi tidak menyiapkan calon presiden periode berikutnya. Tidak bisa dipungkiri. Posisi wakil presidennya Jokowi nanti punya potensi jadi the next presiden.

Mestinya Jokowi memilih wakil yang khusus: yang bisa diharapkan menjadi the next yang kapabel.

Kalau kelak Jokowi yang terpilih terulanglah sejarah: persaingan lima tahun berikutnya sangat terbuka. Untuk siapa saja.

Kalau kelak Prabowo yang terpilih ada dua kemungkinan: Prabowo maju lagi. Atau Sandi yang ditampilkan.

Tafsir 3:
Partai koalisi Jokowilah yang tidak mau ada orang kuat. Di sebelah Jokowi. Bisa merepotkan Jokowi. Dan menghambat partai-partai itu. Itulah sebabnya orang seperti pak Mahfud terpental. Di detik terakhir.

Sebaliknya Prabowo bisa di atas partai-partai pendukungnya. Dengan tidak menggandeng ulama. Termasuk ulama yang diusulkan PKS.

Kini rasanya lebih seimbang.

Kebetulan saya kenal dua calon Wapres ini.

Dengan Kyai Ma'ruf Amin saya kenal sejak tahun 1990-an. Ketika Gus Dur minta saya menyelamatkan Bank Nusumma. Milik NU. Setelah bank itu ditinggal bangkrut Bank Summa. Milik pengusaha Edward Soeryajaya.

Mula-mula Gus Dur minta saya menaruh uang di Nusumma. Lalu menjadi pemegang saham mayoritas. Lantas menjadi direktur utama.

Permintaan terakhir itu saya sanggupi. Asal Gus Dur sendiri yang menjadi komisaris utamanya.

Jadilah saya Dirut Nusumma. Gus Dur preskomnya. Kyai Ma'ruf Amin komisarisnya. Sampai beberapa tahun kemudian. Sampai menjelang Gus Dur jadi presiden.

Menjelang Pak Harto jatuh Gus Dur minta saya menyerahkan kembali saham itu. Untuk diberikan ke Edward lagi. Dibayar dengan cek. Yang ditandatangani oleh Edward sendiri. Di depan saya.

Sampai sekarang cek itu masih ada. Tidak bisa diuangkan. Kosong.

Waktu saya menjabat menteri pun sering sekali bertemu Kyai Ma'ruf Amin. Beliau menjadi anggota dewan pertimbangan presiden. Sering duduk bersama. Di sidang kabinet.

Di NU Kyai Ma'ruf dikenal sebagai ulama garis lurus. Prinsipnya: 'tidak' atau 'ya'. Tidak ada prinsip 'atau'.

Itu berbeda dengan ulama NU lainnya. Seperti Kyai Aqil Siradj. Yang berprinsip: di antara 'ya' atau 'tidak' ada kemungkinan 'atau'.

Saya pernah menerbitkan koran di Mekah. Ketika masih muda dulu. Saya minta dibantu dua mahasiswa S3. Yang asal Indonesia. Sebagai redaktur tamu. Yang lebih paham situasi Arab Saudi.

Yang satu: mahasiswa S3 asal Lombok. Namanya: Suwardi Al Ampenani.

Yang satu lagi: mahasiswa S3 asal Cirebon. Namanya: Said Aqil Siradj.

Setelah bermingu-minggu bergaul kami pun tahu. Keduanya ternyata berbeda sikap. Dalam hal keagamaan.

Kami tidak akan bertanya pada Suwardi tentang boleh atau tidak menghidupkan tv di kantor kami. Kami sudah tahu jawabnya: tidak boleh. Haram.

Maka kami menanyakan itu kepada Said Aqil Siradj. Kami sudah tahu jawabnya. Boleh.

Seperti itu pula bedanya antara Said Aqil Siradj dengan Ma'ruf Amin.

Maka ada guyonan di kalangan NU. Kalau mau bertanya yang tidak boleh tidak boleh bertanyalah ke Kyai Ma'ruf Amin. Kalau mau bertanya yang boleh-boleh bertanyalah ke Kyai Said Aqil Siradj.

Itu pula sebabnya Kyai Ma'ruf Amin di kubu 212. Sedang Kyai Said Aqil Siradj di luarnya.

Akan hal Sandiaga Uno saya kenal lama juga. Dalam kaitan dengan bisnis. Saya di bisnis tradisional. Ia di bisnis modern. Saya bisnis bumi. Ia bisnis langit.

Kalau ada kesulitan di bumi minta tolongnya ke langit.

Sandi menawarkan pertolongan itu. Dengan otak cerdasnya. Ia masih sangat muda. Saat itu. Belum 30 tahun.

Sejak itu saya kagum pada anak muda. Siapa saja. Yang ternyata lebih pinter dari yang tua. Tapi Sandi bukan orang sombong. Di mana-mana ia bilang: bisnisnya mulai berkembang setelah bertemu saya itu.

Tentu Sandi hanya merendah. Kenyataannya ia memang lebih sukses.

Jadi, saya akan mendukung siapa?

Lho. Mengapa ada pertanyaan seperti itu?

Memangnya Pilpresnya besok pagi?

Saya sebaiknya memutuskan untuk bekerja seperti biasa. Tidak ada yang memikirkan nasib kita lebih dari kita sendiri.(dahlan iskan)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 95

  • Rafid Fikri
    Rafid Fikri
  • suheryana
    suheryana
  • Wahyuddin
    Wahyuddin
  • saianabbeddu
    saianabbeddu
  • Yoga
    Yoga
  • Widias
    Widias
  • Afandi
    Afandi
  • Tya
    Tya
  • nopeng
    nopeng
  • Yadin
    Yadin
  • Alris
    Alris
  • Adhi
    Adhi
  • Arif Rahman Hakim
    Arif Rahman Hakim
  • Uwes
    Uwes
  • Fajar Mukharom
    Fajar Mukharom
  • Park Oen
    Park Oen
  • arif
    arif
  • anto
    anto
  • enny luthfiani
    enny luthfiani
  • Ali Salim
    Ali Salim
  • Sungkem
    Sungkem
  • Budi
    Budi
  • Thamrin
    Thamrin
  • Fery
    Fery
  • Untung Susadi
    Untung Susadi
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
  • Pipop
    Pipop
  • Ahmad Habibi
    Ahmad Habibi
  • Wahyu maradona
    Wahyu maradona
  • febrifahmi
    febrifahmi
  • Sudirman
    Sudirman
  • Sofyan
    Sofyan
  • Arif Purnomosidi
    Arif Purnomosidi
    • za
      za
  • Istiqom
    Istiqom
  • nur rochemat
    nur rochemat
  • andriansah
    andriansah
  • Kuncoro Y.
    Kuncoro Y.
  • agus agus
    agus agus
  • Habibi
    Habibi
    • atha
      atha
    • Yfais
      Yfais
  • V. Bala
    V. Bala
  • Jati Tirto
    Jati Tirto
  • Tosari
    Tosari
  • eddi soeprapto
    eddi soeprapto
    • Raga
      Raga
  • Tunjung prasetyo
    Tunjung prasetyo
  • aurelia vizal
    aurelia vizal
  • indra bin sapto
    indra bin sapto
  • Shabirun Husnum
    Shabirun Husnum
  • Agung
    Agung
  • lik_nana
    lik_nana
  • Syarif
    Syarif
  • Fra wijaya
    Fra wijaya
  • Mila
    Mila
  • tokoandalan
    tokoandalan
  • jadi setiawan
    jadi setiawan
  • Jay
    Jay
  • zulkifli
    zulkifli
  • Stark
    Stark
  • Teguh
    Teguh
  • suharno
    suharno
  • Enggar
    Enggar
    • Kampret
      Kampret
  • Pygmy
    Pygmy
  • pakwin
    pakwin
  • yoppi
    yoppi
  • yoppi
    yoppi
  • Sil
    Sil
  • Banyubiru Prasetyo
    Banyubiru Prasetyo
  • Gendhis
    Gendhis
  • kang sees
    kang sees
  • Tatang kamaludin
    Tatang kamaludin
  • bas rahmad
    bas rahmad
  • Agung P
    Agung P
    • ahmad
      ahmad
  • Bambang
    Bambang
  • Aspenant
    Aspenant
  • Winarto
    Winarto
    • Laila
      Laila
    • Gianto Kwee
      Gianto Kwee
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
    • Untung Susadi
      Untung Susadi
  • Heri
    Heri
  • Ahmad Karni
    Ahmad Karni
  • aqil aziz
    aqil aziz
  • fathur
    fathur
    • Adi
      Adi
    • aslan
      aslan
    • Yamugi Santoso
      Yamugi Santoso