Pemuda Sholeh

Pemuda Sholeh

Sholeh (baju merah) ngobrol di forum diswayKalau ada 'kejuaraan terbanyak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi' saya mengusulkan nama ini: Mohammad Sholeh.

Dulunya ia kuliah ilmu politik. Setelah masuk penjara ia pindah jurusan: hukum. Tetap di universitas yang berafiliasi ke Golkar: Wijaya Kusuma Surabaya.

Sholeh masuk penjara karena kebanyakan demonstrasi. Di akhir zaman pemerintahan Pak Harto dulu.

Ia memang aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik) Surabaya. Lebih sering demonya daripada masuk kuliahnya.

Boleh dikata ia ikut punya andil menjatuhkan pemerintahan Orde Baru. Tapi ia tidak pernah bisa ikut menikmati hasil perjuangannya itu.

Sholeh pernah seperti tokoh pusat PRD Budiman Sujatmiko: masuk PDI-Perjuangan. Agar bisa menjadi anggota DPR. Seperti juga Budiman ada indikasi ia bisa dicalonkan lewat partai itu.

Tapi Sholeh bukan Budiman. Ia dicoret justru sebelum jadi caleg. Kenapa? "Karena saya berseberangan dengan kebijakan partai," katanya.

Dalam proses menjadi calon itu Sholeh mengajukan gugatan ke MK. Isinya: minta agar calon terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak --bukan berdasarkan nomor urut.

Rupanya Sholeh sudah mendengar selentingan dari internal partai: namanya tidak akan di urutan atas --alias akan masuk daftar 'calon nomor sepatu'.

Itu tidak masalah bagi Sholeh. Asal, penentuan pemenangnya berdasar suara terbanyak.

Sebenarnya perjuangan Sholeh itu berhasil. Gugatannya dimenangkan oleh MK. Hebat sekali. Bersejarah.

Tapi nama Sholeh sudah telanjur tidak masuk dalam daftar calon di PDI-Perjuangan.

Sampai sekarang penentuan pemenang seperti itu masih berlaku. Itulah hasil perjuangan Sholeh.

Hebat. Dalam sejarah hidupnya ia pernah bikin sejarah.

Atau jangan-jangan Mahfud MD yang hebat: sebagai hakim konstitusi Mahfud berani bikin putusan itu. "Pak Mahfud sih bilangnya begitu," ujar Sholeh, merendah.

Atau, Madura-lah yang hebat --dua-duanya orang Madura.

Meski gagal jadi caleg PDI-Perjuangan Sholeh terus melakukan advokasi untuk 'wong cilik'. Mulai dari tukang parkir, kaki lima sampai beca motor.

Di kalangan itu, di Surabaya nama Sholeh sangat populer. Itu jadi modal langkah politik berikutnya: nyaleg lagi. Di pemilihan legislatif 2014 lalu.

Kali ini lewat Partai Gerindra.

Sial.

Di sini pun ia mendapat nomor bawah.

Tidak terpilih.

Ia berhasil ikut menumbangkan pemerintahan yang begitu kuat tapi tidak berhasil mengangkat dirinya sendiri.

Itu tidak menyurutkan perjuangannya membela 'wong cilik' di Surabaya.

Toh masih ada peluang lain: Pilkada. Sholeh pun berniat menjadi calon wali kota Surabaya.

Lewat partai apa?

Tidak lewat partai apa pun. Ia mencalonkan diri melalui jalur independen. Berarti perlu banyak dukungan KTP.

Untuk Surabaya calon independen harus didukung minimal 138.500 warga kota yang sudah punya hak pilih.

Tidak masalah baginya. Sholeh punya jaringan untuk kumpul-kumpul KTP. Yang ia sewotkan adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya.

"Tiba-tiba batas waktu pendaftaran dimajukan. Dari 5 Maret ke 23 Februari lalu," ujar Sholeh.

Ia pun kelabakan. Tapi pada batas waktu itu ia berhasil menyerahkan 190.000 lembar KTP.

Berhasil?

Tidak. Hasil akhirnya sebuah kekecewaan. KPU Surabaya mencoret pencalonannya.

Setelah diversifikasi, dari 190.000 KTP tersebut hanya 96.000 yang dianggap memenuhi syarat.

Sholeh pun gagal jadi calon wali kota. Sampai batas waktu kemarin itu hanya satu calon independen yang KTP-nya cukup. Yakni pasangan Yasin - Gunawan.

Yasin juga orang Madura. Bahkan KTP-nya masih Madura.

Itu pun belum tentu lolos. Masih akan ada verifikasi tahap-tahap selanjutnya.

Sholeh sendiri masih berusaha lolos. Caranya: menggugat KPU Surabaya. Termasuk mengapa memajukan batas waktu pendaftaran.

Menurut Sholeh, terjadi ketidakadilan perlakuan kepada calon independen. "Calon wali kota dari partai bisa menyusulkan syarat kelengkapan. Kenapa yang independen tidak," ujarnya.

Berarti Sholeh masih harus terus berjuang.

Sholeh sudah menjadi aktivis sejak masih menjadi santri pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Tapi ia baru aktif di PRD setelah menjadi mahasiswa.

Sampai lah ia masuk penjara. Dengan tuduhan subversi dan makar.

"Begitu aktif di PRD saya dinilai komunis. Tebuireng ternyata bisa menghasilkan kader komunis," guraunya.

Ia tidak takut masuk penjara. Tapi saat di penjara itulah ayah Sholeh meninggal dunia.

Yang membuat Sholeh sedih adalah ternyata ayahnya sangat sedih. Terutama saat anaknya dimasukkan penjara. Lebih sedih lagi Sholeh tidak diizinkan pulang. Tidak boleh menghadiri pemakaman ayahnya.

Itu menandakan di kelas mana bahayanya Sholeh dari kacamata Orde Baru.

Sholeh (baju merah) saat berdiskusi dalam forum DI's Way.

Kini Sholeh sudah berumur 42 tahun. Ia tetap percaya pada demokrasi --meski kenyataannya harus serba uang seperti sekarang.

Sebagai pengacara, banyak perkara yang ditanganinya. Tapi yang sangat terkenal adalah perkara --Anda sudah tahu-- Kanjeng Dimas. Yakni orang Probolinggo yang mengaku bisa menggandakan uang itu.

Yang saya tidak tahu: Sholeh ternyata pernah menguji Kanjeng Dimas di Rutan Medaeng. "Waktu itu kalau Kanjeng Dimas tidak mau saya tes saya tidak mau jadi pengacaranya," ujar Sholeh dua hari lalu.

Kebetulan Kanjeng Dimas sendiri yang meminta Sholeh jadi pengacaranya. "Beliau ingin mencari pengacara yang pemberani," ujar Sholeh mengutip ucapan klien ya saat itu.

Hasil pengetesannya positif: Kanjeng Dimas bisa mengeluarkan uang dari belakang pinggangnya. Padahal kursi yang diduduki Kanjeng Dinas itu disiapkan oleh Sholeh. Kanjeng Dimas juga hanya mengenakan baju batik lengan panjang --tidak mengenakan jubah.

Setelah duduk di kursi tersebut Kanjeng Dimas menempatkan kedua tangannya di belakang pinggangnya. Tidak sampai lima menit kemudian salah satu tangannya seperti menarik barang dari belakang pinggangnya itu. Barang itu ia lemparkan ke lantai. Bentuknya uang segenggam. Dolar Singapura. Pecahan 1.000 dolar.

Sholeh mengambil uang itu. Ia hitung. Nilainya Rp 50 juta lebih.

"Saya bawa uang itu ke money changer. Milik teman saya. Ia tahu saya pengacara Kanjeng Dimas. Ia langsung bertanya pada saya: uang dari Kanjeng Dimas ya?," ujar Sholeh.

Tentu Sholeh mengiyakan.

"Asli semua lho mas Sholeh," ujar petugas money changer itu --ikut terheran-heran.

"Di mana uang itu sekarang?“ tanya saya.

"Saya pakailah untuk belanja," ujar Sholeh.

Ternyata Sholeh sempat menantang majelis hakim. Untuk minta Kanjeng Dimas demo di depan sidang. Seperti yang pernah ia lakukan.

"Kanjeng Dimas sendiri sebenarnya siap. Tapi majelis hakim menganggap tidak perlu," ujar Sholeh.

Baiklah. Sholeh sudah terkenal sebagai pengacara di Surabaya.

Tapi kenapa masih begitu ingin jadi wali kota?

"Saya ingin memperjuangkan orang kecil lewat kekuasaan," ujarnya.

Sampai sekarang sudah 25 gugatan yang ia majukan ke MK. Tentu tidak semuanya dikabulkan.

Pilkada dengan calon tunggal adalah termasuk gugatan Sholeh yang berhasil.

Hidup Madura! (Dahlan Iskan)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 130

  • Niko
    Niko
    • Habibie
      Habibie
  • Properti Saja
    Properti Saja
  • srintil
    srintil
  • Tentaraku
    Tentaraku
  • FOTOpedia
    FOTOpedia
  • Rini S
    Rini S
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
  • Arya Rinjani
    Arya Rinjani
  • Kurniawan
    Kurniawan
  • kwikkwikland
    kwikkwikland
  • petjoet
    petjoet
    • DN. andi
      DN. andi
  • Ayuwa
    Ayuwa
    • Agus Sujarwo
      Agus Sujarwo
  • Nurul Hidayat
    Nurul Hidayat
  • Ttm
    Ttm
    • Ngalor Ngidul
      Ngalor Ngidul
    • bleh bloh
      bleh bloh
  • januar ago
    januar ago
    • ngor.ndobleh
      ngor.ndobleh
  • maspri.id
    maspri.id
  • Anton Suroboyo
    Anton Suroboyo
    • Miftahul
      Miftahul
    • Ayuwa
      Ayuwa
  • monitoringoil
    monitoringoil
  • Denik
    Denik
  • liliputland
    liliputland
    • lalaland
      lalaland
  • sogeh durung pasti mati wes pasti
    sogeh durung pasti mati wes pasti
  • Bedjocellawazetjuck
    Bedjocellawazetjuck
  • Nurkolis
    Nurkolis
  • IsengAsik
    IsengAsik
    • KetipuDimasKanjeng
      KetipuDimasKanjeng
    • Anwar
      Anwar
    • Biasa
      Biasa
    • Bajul
      Bajul
    • yanti
      yanti
    • Ayuwa
      Ayuwa
  • Abby
    Abby
  • Sok tau
    Sok tau
    • Miftahul
      Miftahul
  • nur rochemat
    nur rochemat
  • Majid Alhamdiyyah
    Majid Alhamdiyyah
  • Gerbang rejeki
    Gerbang rejeki
    • cah angon
      cah angon
  • Qorun
    Qorun
  • Yudhi
    Yudhi
    • Wandi
      Wandi
    • Abby
      Abby
    • suhumu
      suhumu
    • momon
      momon
  • rahmadi heru
    rahmadi heru
  • Madruji
    Madruji
  • Pahlawan Reformasi
    Pahlawan Reformasi
  • Watik
    Watik
  • Ibnu
    Ibnu
    • khentut
      khentut
  • Syahrial
    Syahrial
  • paman apiq
    paman apiq
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Mikidi payah
    Mikidi payah
  • Irwanto
    Irwanto
    • DN. andi
      DN. andi
  • Anto hoed
    Anto hoed
  • Dayat
    Dayat
    • :)
      :)
  • Yudex
    Yudex
  • cak mbm
    cak mbm
    • Kined
      Kined
    • Kined
      Kined
  • Paul Ivan
    Paul Ivan
  • Putu
    Putu
  • lakshmi
    lakshmi
    • Daniel
      Daniel
  • To youl
    To youl
    • madu
      madu
    • John
      John
  • topman
    topman
  • Josh Russo
    Josh Russo
  • budi
    budi
  • Kined
    Kined
  • Man Su
    Man Su
  • Fajar
    Fajar
    • Samsul
      Samsul
  • Krory
    Krory
  • Amins
    Amins
  • Lim
    Lim
  • Udin Sayang Emak
    Udin Sayang Emak
  • Balsodhwns
    Balsodhwns
    • Daniel
      Daniel
  • Ozi
    Ozi
    • Al
      Al
    • Kined
      Kined
  • Sams
    Sams
  • Putra
    Putra
  • sakera milenial
    sakera milenial
  • EdwinG
    EdwinG
  • Mars
    Mars
  • Vagino
    Vagino
    • Plekuthus
      Plekuthus
    • anti islamophobia
      anti islamophobia
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • Ahmad syaikhu
    Ahmad syaikhu
  • yui
    yui
    • Otole
      Otole