Al Qaeda dan Taliban Satu Visi

Al Qaeda dan Taliban Satu Visi

Sudah tidak ada lagi harapan di Afghanistan. Kebebasan sudah hancur. Mohammad Ayub Mirdad sudah tidak tertarik lagi menjadi warga negara Afghanistan. Ia bermimpi suatu saat nanti pemerintah Indonesia memberikan kewarganegaraan. Sampai kemarin ia juga masih menunggu kabar dari rekannya yang ada di Pansjhir. 

HAMPIR sudah dipastikan Provinsi Pansjhir jatuh ke tangan Taliban. Pertahanan terakhir penduduk anti-Taliban itu akhirnya jebol. Di Pansjhir kelompok bersenjata itu, berhasil mengeksekusi Rohullah Azizi, saudara laki-laki mantan wapres Afghanistan Amrullah Saleh. Maklum, saudara Saleh itu merupakan pimpinan pasukan yang menentang Taliban.

Kondisi kematian Azizi mengenaskan. Dilansir Reuters, mayatnya tidak boleh dimakamkan. Dibiarkan membusuk di jalanan. Namun tidak lebih mengenaskan dari Mantan Presiden Mohammad Najibullah. Yang mayatnya digantung di tiang jalaanan oleh Taliban pada tahun 1996 lalu.

Sekarang entah bagaimana nasib Saleh. Ketika Mantan Presiden Ashraf Ghani kabur ke luar negeri, Saleh memilih sembunyi di Pansjhir. Sebenarnya Penduduk Afghanistan sudah terlanjur kecewa kepada Saleh. Sebab pemerintah tidak memberi perlawanan kepada Taliban ketika masih berkuasa. Kabar terakhir, Saleh memutuskan bergabung dengan Front Perlawanan Nasional Afghanistan. Tentunya anti-Taliban. 

Nasib Saleh kini dihadapkan pada dua pilihan. Yakni menunggu ditemukan Taliban, kemudian dieksekusi mati seperti saudaranya. Atau kabur ke tempat lain yang dijaga Taliban. Keduanya pilihan yang berat. Tapi seharusnya Saleh memilih kabur. Ia merupakan mantan kepala direktorat keamanan nasional di dinas intelijen Afghanistan. Sehingga Saleh bisa kabur dengan mudah.

Pada Agustus, Taliban menyebutkan bakal menaklukkan Afghanistan tanpa pertumpahan darah. Terbunuhnya Azizi cepat-cepat dibantah oleh Taliban. Mereka mengatakan Azizi terbunuh saat perang di Pansjhir. Bukan tewas karena dibunuh.

Ayub sudah tahu kebohongan Taliban. Dari awal kelompok itu tidak ada niat untuk memberikan kedamaian Afghanistan. Apalagi menjunjung hak-hak penduduk.

Sampai kemarin, Ayub juga belum bisa menghubungi rekannya di Pansjhir. Tidak tahu apakah kawannya itu masih hidup, atau menjadi korban kekejian Taliban. Yang ia tahu, listrik dan telekomunikasi di provinsi itu belum hidup. 

”Kalau saya lihat di media, katanya Taliban akan menyalakan listrik dan telekomunikasi di sana. Tapi ketika saya menghubungi rekan saya, masih tidak ada jawaban. Kemungkinan listrik dan telekomunikasi belum aktif,” kata bapak satu anak itu.

Untungnya, keluarga Ayub tidak tinggal di Pansjhir. Ayah dan saudaranya sudah pindah ke Uzbekistan. Jauh sebelum Kabul jatuh ke tangan Taliban. Kalau belum kabur, ia pasti sudah khawatir dengan nasib saudaranya.

Ayub mengambil sebatang rokok. Ia terlampau bersemangat menceritakan kepada kami mengenai Taliban. Hingga tak terasa, ia mengisap rokok lebih banyak ketimbang hari biasa. 

Tesis Ayub saat kuliah di Universitas Airlangga (Unair) membahas tentang Taliban. Menurutnya Taliban dan kelompok teroris Al Qaeda saling bekerja sama. Ia mengelompokkan ada tiga faktor kesamaan kedua kelompok itu. Yakni faktor agama, ideologi dan identitas. 

Menurut Ayub, agama merupakan instrumen utama yang menyelaraskan kedua kelompok itu. Mereka memakai nama jihad untuk berperang. ”Alasan ini memang sering dipakai kelompok teroris. Padahal jihad yang dipakai untuk membunuh orang muslim. Seperti yang ada di Afghanistan,” ungkap dosen luar biasa HI Unair itu.

Kemudian Al Qaeda memiliki ideologi membuat negara Islam. Hampir sama dengan kelompok ISIS. Lalu Al Qaeda berkeinginan membantu negara berpenduduk mayoritas Islam, seperti Afghanistan, untuk membantu invasi negara luar. 

Sedangkan Taliban berideologi sangat anti barat. Al Qaeda juga punya kebencian kepada orang-orang barat. ”Nah, Taliban hanya di Afghanistan. Kalau Al Qaeda berpemikiran global,” terang Ayub.

”Kesamaan perilaku itu membuat saya mengelompokkannya dalam satu identitas,” kata laki-laki keturunan suku Tajik itu.

Sehingga kedua kelompok itu bisa saling membantu. Terutama memerangi bangsa barat. Kemarin, Ayub terpikir membuat penelitian terkait runtuhnya pemerintahan Ashraf Ghani. 

Namun penelitiannya akan lebih sulit. Sebab Afghanistan masih berperang. Taliban juga sudah berkuasa. Ia harus bisa menembus para Taliban untuk mendapatkan informasi. Sedangkan untuk menghubungi rekannya di Pansjhir saja, ia tak bisa.

Selain itu, ia berharap suatu saat bisa pindah kewarganegaraan Indonesia. Apalagi istrinya merupakan warga Sidoarjo. Serta sudah memiliki satu anak laki-laki. Kini ia hanya ingin bebas. Serta hidup dengan karya-karya penelitiannya. (Andre Bakhtiar)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 2