Sama Sulit
--
INILAH bos pertama saya di dunia kerja: Alwy As. Ia pemimpin umum dan pemimpin redaksi harian Mimbar Masyarakat yang terbit seminggu sekali di Samarinda.
Saya menjenguknya Sabtu, 4 Juni lalu. Ia terbaring di rumah sakit Wahab Syahrani. Kami telah sama-sama tua: ia 84 tahun. Bos Alwy baru saja keluar dari ICU. Selama lima hari. Sesak napas. Jantungnya terganggu.
Saya berumur 23 tahun ketika pertama bekerja di perusahaannya. Dimulai sebagai reporter magang. Sambil kuliah –tepatnya masih berstatus mahasiswa tapi jarang kuliah. Saya lebih sering ikut rapat organisasi atau demo mahasiswa.
Sebagai wartawan baru, saya sangat segan menyapa bos Alwy. Ia atasannya atasan saya. Tinggi sekali.
Atasan langsung saya adalah penanggung jawab harian koran itu: Suhainie Zakaria. Orangnya pendek, kulitnya putih, rambutnya keriting. Cuek. Ketus. Tapi baik hati.
Kak Suhainie meninggal lebih 15 tahun lalu. Saya sudah amat sibuk di Surabaya. Saya tidak tahu berita duka itu.
Yang saya kenang: bos Alwy selalu naik sepeda motor Honda warna biru. Rasanya Honda CB.
Bos Suhainie naik sepeda motor Suzuki 50 cc, yang knalpotnya naik itu.
Dua tahun kemudian ketika Bos Suhainie naik Vespa, saya dapat lungsuran Suzuki 50 cc itu. Lungsuran gak masalah, yang penting saya bisa boncengkan pacar dengan Suzuki itu. Sebelum itu saya naik sepeda pinjaman. Termasuk ketika mencari berita.
Itu tahun 1973.
Saya tidak pernah tahu detail, siapa dua bos itu. Juga tidak pernah bertanya, bagaimana riwayat berdirinya koran itu.
Saya hanya tahu bos Alwy itu orang Banjar asli Banjarmasin. Saya tidak pernah bertanya kebenarannya. Dari bahasa Banjarnya sehari-hari pastilah ia orang Banjar.
Bahasa Banjarnya ''sangat Banjarmasin''.
Tentang Kak Suhainie saya juga hanya tahu sedikit: ia asli Samarinda, suku Banjar dan pernah ikut pertukaran pelajar di Amerika. Bahasa Inggrisnya bagus.
Selebihnya saya hanya tahu: ia penyiar radio Gelora Mahakam. Di Jalan Kalimantan. Di rumah orang tuanya yang tergolong bagus waktu itu. Yakni bangunan kayu. Dicat kuning gading. Berkolong. Ternyata itu radio miliknya sendiri.
Hubungan saya dengan Kak Suhainie putus ketika saya pindah Surabaya. Tapi justru setelah di Surabaya itu saya bisa sering komunikasi dengan bos Alwy. Lewat SMS. Sesekali lewat telepon. Atau bertemu langsung. Kemudian lewat WA.
Kali ini saya mendengar Kak Alwy –begitu saya memanggilnya belakangan– masuk ICU. Kebetulan saya di dekat-dekat Samarinda.
Alhamdulillah. Ia sudah lebih baik. Sudah pindah ke kamar rawat inap. Memang masih ada selang oksigen di hidungnya tapi wajahnya terlihat segar. Ketika naskah ini terbit beliau sudah meninggalkan RS.
Begitu melihat kedatangan saya kak Alwy langsung bereaksi. Saya tempelkan jari telunjuk ke mulut saya. Saya memberi kode untuk tidak bicara-bicara dulu. Istrinya lagi salat duhur di sofa sebelah ranjang. Sang istri seorang profesor ekonomi. Sudah pensiun dari Universitas Mulawarman.
Putrinya juga ada di situ: seorang dokter. Ditemani satu anaknyi berumur 8 atau 9 tahun. Sang putri sebenarnya lagi kuliah untuk jadi spesialis anak di Unhas, Makassar.
Belum lagi saya mulai bicara, Kak Alwy sudah membuka mulut. Bicaranya jelas. Tegas. Seperti tidak sedang sakit.
Saya sulit berbasa-basi. Maka kondisi baik itu saya manfaatkan untuk menggali ''sejarah lama'': bagaimana Mimbar Masyarakat didirikan. Ia tinggal satu-satunya saksi hidup. Pelaku utama pula.
"Kak Alwy itu kan orang Banjar. Lahir di kampung apa?" tanya saya.
Kak Alwy tidak segera menjawab. Ia memperbaiki posisi corong oksigen yang menutup hidungnya. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu yang lama tersimpan hanya di pikirannya.
"Saya lahir di Sengkang...." katanya.
"Haaaahhhhhh.....?" seru saya spontan. "Jadi... Pian itu bukan orang Banjar?" tanya saya seperti tidak percaya.
"Umur 40 hari saya dibawa bapak dan ibu ke Samarinda ini," jelasnya.
Ayahnya pedagang eceran. Di Pasar Pagi. Di pinggir sungai Mahakam.
Memang banyak orang Sulawesi jadi pedagang di pasar itu. Mereka dikenal sebagai pekerja keras. Juga sering berkelahi. Sesekali ada peristiwa saling bunuh. Saya yang memberitakannya.
Ia tumbuh, besar, sekolah di Samarinda. Ia sekolah di Normal Islam Samarinda saat SD dan SMP.
Setamat SMAN Kak Alwy kuliah di Unair Surabaya. Belum lagi setahun, ia mendapat kabar: ada akademi perniagaan dibuka di Banjarmasin. Tiga tahun sudah bisa lulus.
Kak Alwy ingin cepat lulus. Maka ia pindah ke Banjarmasin.
Setahun kemudian akademi itu dilebur menjadi fakultas ekonomi Universitas Lambung Mangkurat. Tiga tahun kemudian ada mahasiswi masuk fakultas baru itu: itulah yang kelak jadi istri Kak Alwy.
Di Unlam kak Alwy jadi aktivis mahasiswa. Ia terpilih jadi ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi. Pidatonya selalu menarik. Dalamnya pengetahuan agama cocok untuk lingkungan Banjarmasin.
Setelah jadi ketua senat, Kak Alwy terpilih lagi menjadi ketua Dewan Mahasiswa Unlam. Ia jadi aktivis. Nama Alwy As sangat terkenal.
Sebagai aktivis mahasiswa kak Alwy juga sering memimpin demo. Bahkan tidak lama setelah meletus G-30-S/PKI, Kak Alwy mendirikan KAMI - Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Kalsel.
Di sini Kak Alwy mengenal tokoh-tokoh nasional KAMI seperti Willy Karamoy, Nono Anwar Makarim, dan Ismet Hadad –yang kelak jadi mentor saya juga.
Selama di KAMI itulah Kak Alwy mendirikan buletin mingguan KAMI. Isinya: mengganyang PKI dan Orde Lama. Menjatuhkan Bung Karno. Karena rajin demo, Kak Alwy sering ditahan tentara. Sampai tiga kali –yang pertama selama 40 hari.
Waktu itu di Jakarta sudah berdiri Harian KAMI. Dipimpin Nono Anwar Makarim –ayahanda Mendikbud sekarang.
Sudah berdiri pula Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI). Pimpinannya sama: Nono Anwar Makarim. Kakak saya, Sofwati, juga aktif di IPMI –belakangan mengajak saya bergabung ke situ.
Dari bentuk buletin stensilan, Kak Alwy mendirikan harian Mimbar Mahasiswa di Banjarmasin. Ikut saja yang dilakukan Nono Makarim di Jakarta.
Di Mimbar Mahasiswa, Kak Alwy punya dua wartawan yang hebat: Djok Mentaya dan Anang Adenansi. Mereka dua mahasiswa asli Banjar.
Kak Alwy pun kian jadi tokoh muda ternama di Banjarmasin. Nama Alwy As sudah jadi jimat. Sampai-sampai jarang yang tahu kalau ''As'' di belakang nama Alwy itu kependekan dari Alaydrus.
Seperti juga Nono dan Ismet, Alwy memang keturunan Arab.
Begitu seriusnya jadi aktivis, kuliah kak Alwy sendiri ''telantar''. Sudah delapan tahun belum juga lulus. Tinggal skripsi sebenarnya –tapi tidak kunjung selesai.
Kelak, ia baru jadi sarjana setelah pindah lagi ke Samarinda. Ia dipaksa oleh rektor Universitas Mulawarman Samarinda: Sang legendaris Sambas Wirahadikusumah.
Kak Alwy memang meninggalkan Banjarmasin. Suatu hari kak Alwy bertemu tokoh Banjarmasin yang lagi menjabat gubernur baru Kaltim: Brigjen A Wahab Syahrani.
"Ikam bulik Samarinda lah. Bantu aku," ujar sang gubernur.
Maka Kak Alwy pulang ke Samarinda. Tanpa ijazah sarjana. Gubernur ingin Alwy mendirikan koran baru di Samarinda. Yang seirama dengan misi Orde Baru.
Sebenarnya sudah banyak koran mingguan di Samarinda. Tapi semuanya milik tokoh nasionalis yang juga Sukarnois.
Maka didirikanlah harian Mimbar Masyarakat –mirip Mimbar Mahasiswa yang ia dirikan di Banjarmasin.
Saya baru tahu sekarang ini cerita seperti itu. Nasib Mimbar Mahasiswa sendiri, sepeninggal kak Alwy, kurang baik. Pecah. Bertengkar. Antara Djok Mentaya dan Anang Adenansi.
Rupanya diperlukan satu orang Bugis untuk menengahi dua orang Banjar yang hebat-hebat.
Nono Makarim turun tangan. Alwy dipanggil ke Banjarmasin. Akhirnya diambil keputusan tegas. Ditenderkan secara kekeluargaan: siapa di antara dua tokoh itu yang mau menjadi pemilik Mimbar Mahasiswa. Tentu dengan membelinya. Uang hasil penjualan dibagi rata.
Djok Mentayalah yang punya uang. Djok yang membelinya. Yang kelak nama Mimbar Mahasiswa itu ia ubah menjadi Banjarmasin Post.
"Dua orang itu memang berbeda aliran," ujar Kak Alwy mengenang. "Djok itu berorientasi bisnis. Anang itu idealis," tambahnya.
Banjarmasin Post berkembang menjadi koran terbesar di Kalsel. Anang Adenansi belakangan juga mendirikan koran sendiri: Media Masyarakat. Tidak pernah bisa mengalahkan B-Post.
Anang sendiri tidak terlalu fokus di media. Ia jadi politisi. Jadi tokoh Golkar. Jadi anggota DPR.
Djok, yang lahir di Mentaya, fokus di bisnis.
Zaman itu banyak tokoh mahasiswa mendirikan koran di daerah masing-masing. Rahman Tolleng bikin Mimbar Demokrasi di Bandung. Agil Haji Ali mendirikan Mingguan Mahasiswa di Surabaya –kelak menjadi harian Memorandum dan diserahkan ke saya. Tokoh mahasiswa Makassar, Alwy Hamu mendirikan harian Fajar –kelak juga diserahkan ke saya.
Hubungan istimewa Djok Mentaya dengan kak Alwy itulah yang membuat saya tidak berkutik. Biar pun saya berhasil mendirikan koran baru di banyak kota di Indonesia saya tidak bisa masuk Banjarmasin. "Dahlan, ikam jangan bikin koran di Banjarmasin lah," pinta Djok pada saya. Ia tidak ingin B-Post punya pesaing kelas berat.
Saya baru berani mendirikan koran di Banjarmasin setelah Djok sendiri menjual B-Post ke Kompas. Telat. Gara-gara tenggang rasa dengan teman itu saya telat masuk Kalsel. Saya pun tidak pernah berhasil mengalahkan B-Post.
Kisah yang sama terjadi di Denpasar, Bali, dan di Bandung. Saya tidak bikin koran di dua kota itu. Saya diwanti-wanti teman sekelas saya yang jadi wartawan di Bali Post: jangan bikin koran di Bali. Saya juga diminta pak Atang Ruswita, pendiri Pikiran Rakyat yang saya hormati, agar jangan masuk Bandung.
Itulah sebabnya saya juga telat bikin koran di Bali dan Bandung. Yakni setelah teman sekelas saya itu tidak bekerja lagi di Bali Post. Juga setelah Pak Atang Ruswita meninggal dunia.
Kini persaingan seperti itu tidak diperlukan lagi. Yang menyaingi dan yang disaingi sudah sama-sama sulit. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Dua Tinggi
Yea A-ina
Ada Dua tinggi lainnya, sama-sama terjadi di masa kini. Tingginya rente SBN yang mencapai 6,74%, lebih tinggi dibandingkan SBN yang diterbitkan thailand "hanya" berbunga 2, 23%. Maka tidak mengherankan bila 20% APBN digunakan membayar bunga pinjaman saja. Rasanya cukup berat bagi keuangan sebuah negara bila membiayai kebutuhan belanja hanya dengan 80% pendapatannya. Situasi saat ini tak bisa dilepaskan dengan jumlah pinjaman PUBLIK yang tinggi pula, jumlahnya telah mencapai 9 ribu T. 7 ribu T dipinjam pemerintah dan 2 ribu T dipinjam oleh BUM pemerintah. Rasanya untuk mencapai angka 11 ribu T di akhir masa jabatan 2024, bukanlah hil yang mustahal, menurut almarhum Asmuni, pelawak srimulat tempo dulu.
Gambit H-1982
Catatan Editorial: # dulu = Bentuk tidak baku, dalam KBBI kita akan diarahkan ke lema "dahulu". Walakin ini selera penulis, termasuk Abah DI. # reshuffle = Di-Indonesia-kan menjadi "perombakan". # apa yang akan dilakukan untuk Papua. = Lebih jelahnya diberi kata ganti orang ketiga: "nya", pada verba "dilakukan". Dan ihwal akhir intonasi kalimat ini, rasanya lebih pas diberi "tanda tanya" (?). # sungai Baliem, sungai terpenting di Lembah Baliem. = Tak ada beda kaidah kapitalisasi antara frasa "sungai Baliem" dan "Lembah Baliem". Yang kedua layak menjadi rujukan, sedang yang pertama harusnya mengikuti. # mencalonkan diri sebagai Gubernur Papua. = Belum definit, "g"-nya tak perlu dicetak besar. # Hubungan kalah-menang itu mestinya sudah lebih cair. = Kata "lebih" agak mubazir. Konflik yang terjadi masih di ranah asumtif, jauh dari realitas. # John lulusan Akademi Pariwisata Manado dengan S1 = Efektifnya: John lulusan S-1 Akademi Pariwisata Manado, tanpa "dengan". # S1 dan S2 = Karena angka pengiri huruf kapital di sini tidak menyatakan "jumlah", melainkan "tingkatan", maka perlu adanya tanda hubung pemisah. # Kini, sebagai wakil menteri dalam negeri, John = Sudah resmi, jabatan tersebut perlu dikapitalkan, sebagai identitas. # ketua BKPM = Termasuk nama diri, kapitalkan huruf "k". Adapun BKPM, kata ini singkatan dari "Badan Kordinasi Penanaman Modal". # glamour = Sudah ada padanannya, yaitu "glamor". Beda tipis. Di antara artinya, tampak memikat. Demikian. Salam Jumat.
Fahmi Kadaffi
saya heran kalau ada aktivis atau pejabat atau politisi yang tidak tahu bahwa harga-harga sedang naik. sungguh-sungguh heran.....
Liam Then
Kopi sisa dikit. Nostalgia sedikit lagi. Waktu kecil main layangan. Di Pontianak orang Melayu pakai istilah "singit" . Kalau layangan pas di naikan hobinya miring ke kanan atau ke kiri. Fenomena ini akibat bilah bambu tidak diserut seimbang ,panjang sebelah, atau tarikan benang tak sama, lengkungan sayap jadi beda. Solusinya ; di tambahi rumput di satu sisi biar seimbang, supaya bisa terbang tinggi ,gampang di kendali. Sebelah timur RI tak cukup hanya seorang wakil menteri sebagai penyeimbang. Sudah saatnya di perhatikan. Bagaimana kalau menteri khusus percepatan pembangunan Indonesia timur. Kapal besar Republik Indonesia tak boleh senggiring. Oh ya, orang melayu Pontianak kalau melihat ada orang melakukan tindakan tak masuk akal : "Dia lagi singit"
Jokosp Sp
Tulisan Abah sudah benar, harapan para pembaca Disway sudah benar. Biasa - biasa saja itu juga sikap yang benar. Rasa pesimis sangat tinggi atas resufle menteri ini, terutama di menteri perdagangan. Kompetensi dan prestasinya tidak ada di urusan perdagangan. Hanya ketua partai dan wakil MPR yang kemarin juga diam. Kenapa harus masuk kelompok partai penguasa ? kan sudah ada pesaingnya di PAN sendiri. Partai Umat. Jadi mau - tidak mau harus cari pendukung atau perlindungan yang lebih kuat. Apalagi perolehan suara PAN 2024 jelas akan terbagi di dua partai tersebut. Itu sudah jadi perhitungan matang beliau ( mungkin ini saja kecerdasannya ). Apalagi yang sisa dua tahun, bisa cari modal memperkuat partai kalau bisa, dan ada keberuntungan. Untuk ngurusin harga gas naik, minyak goreng naik, harga - harga kebutuhan dasar di pasar naik, mana bisa dan berani ? Berani melawan para pabrikan minyak goreng, dan para distributor minyak goreng ???
Muin TV
Sebenarnya seseorang diangkat jadi mentri atau wakil mentri, apakah dia meakili daerahnya? Enggak juga. Dia hanya mewakili dirinya dan keluarganya. Contohnya Raja Juli Antoni. Kalau dari namanya, dia masih satu garis keturunan dengan Raja Ali Haji. Keturunan bangsawan dari Kerajaan Riau-Lingga yang berpusat di Pulau Penyengat. Dulu, ketika dia mengkritik Anis Baswedan. Dia mengutip salah satu hadis nabi, "Jika suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya,maka tunggulah kehancurannya.: Begitu dia diangkat jadi Wamen Agraria dan Tata Ruang, apa kmentar dia? "Ini bukan bidang saya." Lah??? Kata Roy Suryo, "AMBYARRR...." Ternyata dia bukan ahlinya.
Juve Zhang
Kenaikan migor, masih mending, toh beli makanan masih stabil.contoh Gulai ikan tongkol sepotong masih 10 ribu, kok gak naik? Karena pake santan .coba di Amerika makan sampai naik 50_70 %,,BBM ,sewa rumah naik drastis. Sampai bunga nyimpan duit deposito di bank 4% gila nya lebih tinggi dari nyimpan Rupiah di bank kita yg kisaran 1,5-2%. Inilah pertama kali Rupiah begitu Perkasa.sampai bunganya rendah sekali. Turki Lira di 2020 dihargai 1Lira Rp2000, sekarang cukup 1 Lira Rp 945. Nyimpan deposito Lira anda dapat bunga 30%, he he he Benar benar Rupiah oleh pak Jokowi dijadikan Mata Uang Perkasa. Kalau anda banyak Rupiah jalan jalan ke Turki maka anda jadi Sultan semua serba murah. Pilihan anda Deposito Rupiah bunga 1,5%, Deposito USD bunga 4% , deposito Turki Lira bunga 30%, dari sini nampak Ke GENIUSAN ROYCE Gracie yg kurus kerempeng, bahkan Rocky Gerung baru sadar sekarang katanya ROYCE Gracie memang Genius, Sebuah pengakuan tulus dari sparring partner wkwkwkwkwkw
omami clan
Saking tidak bisa berharapnya kepada para pemangku kebijakan kadangkala kepikiran para pejabat itu tidak perlu berprestasi apapun, yang penting jangan korup, Kalaupun korup ya jangan banyak-banyak, Kalaupun banyak ya bagi-bagi, kalau bagi-bagi yang adil, kalau mau adil berarti harus jujur, kalau jujur berarti tidak korup Susah kayaknya sih Maaf
thamrindahlan
Penuh limbah sungai kuala / Petugas keder tertimpa semen / Parpol tambah besar kepala / Ketika kader menjabat wamen / Salamsalaman
Suwito Intarso
Presiden Jokowi memiliki niat baik, pun beliau memiliki power membuat kebijakan untuk melaksanakan niat baik tersebut. Ternyata itu belum cukup. Saya pernah baca, segenggam kekuasaan lebih efektif daripada sekeranjang kebenaran. Ternyata itu tidak berlaku di Indonesia. Jika seorang presiden dengan segala wewenangnya tidak berhasil memiliki daya paksa untuk merealisasikan kebijakannya, lalu siapa ?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 504
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google