Ketebalan Es di Puncak Jaya Menipis, Dwikorita Karnawati: Diprediksi 2025 Hilang

Ketebalan Es di Puncak Jaya Menipis, Dwikorita Karnawati: Diprediksi 2025 Hilang

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan langkah mitigasi secara komprehensif dan terukur guna menahan laju perubahan iklim.-BMKG-

MEDAN, DISWAY.ID - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan langkah mitigasi secara komprehensif dan terukur guna menahan laju perubahan iklim.

Pasalnya, bila situasi saat ini terus dibiarkan maka kenaikan suhu di seluruh pulau utama di Indonesia mencapai 4 derajat celcius pada tahun 2100. Kenaikan tersebut, kata dia, adalah empat kali dibandingkan zaman pra industri. 

Akibat kenaikan suhu ini pula, tambahnya, puncak Jaya Wijaya di Papua yang pada tahun 2020 memiliki ketebalan es 31,49 meter, di tahun 2025 mendatang diperkirakan es tersebut akan hilang sepenuhnya.

BACA JUGA: Koreksi Data Hisab-Rukyat Ramadan Dipelintir, Ini Jawaban BMKG

”Mitigasi harus dilakukan segera, tidak bisa ditunda-tunda karena situasi kekinian sangat mengkhawatirkan. Contohnya, Siklon Seroja yang terjadi di NTT tahun lalu, semestinya siklon tersebut tidak terjadi di wilayah tersebut, tapi akibat perubahan iklim siklon tersebut muncul,” papar Dwikorita dalam keterangan yang diterim Rabu 13 April 2022. 

Dwikorita mengatakan, peningkatan suhu tersebut akan memicu terjadinya cuaca ekstrem dan anomali iklim yang semakin sering. Intensitasnya pun semakin kuat dengan durasi panjang. 

Kondisi tersebut, lanjut Dwikorita, tentu akan mengakibatkan kerugian bagi Indonesia. Tidak hanya bersifat materil seperti infrstruktur, namun juga korban jiwa. 

BACA JUGA: 23 Rumah di Kabupaten Bangka Rusak Diterjang Puting Beliung, BMKG: Sumsel Waspada

”Jadi jangan heran jika saat musim kemarau juga terjadi hujan dan banjir, atau musim kemarau akan terasa lebih panas dan kering. Pun saat musim hujan, jauh lebih lebat sehingga memicu bencana hidrometeorologi,” imbuhnya. 

Dwikorita mengungkapkan, bencana hidrometeorologi di Indonesia meningkat, menjadi bencana terbesar dengan prosentase 95 persen. Selama tahun 2021, bencana mencapai 5.402 kasus yang notabene merupakan sebagai dampak perubahan iklim global. 

Dwikorita menegaskan, pemerintah bersama semua elemen masyarakat harus bekerjasama dan gotong-royong dalam melakukan aksi mitigasi.

Mulai dari penghematan listrik, air, pengelolaan sampah, pengurangan energi fosil dan menggantinya dengan kendaraan listrik, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menanam pohon, restorasi mangrove, dan lain sebagainya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: bmkg

Berita Terkait

Close Ads