Sepak Bola Tanpa Korban?
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
SEBAGAI manusia, pelaku olahraga, dan pencinta sepak bola, saya prihatin dan belasungkawa atas apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu malam, 1 Oktober 2022.
Itu adalah peristiwa kelam. Tidak hanya dalam olahraga sepak bola, tetapi juga dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Tidak boleh terjadi lagi. Bagaimana caranya? Hemat saya, harus jelas dan dijalankan langkah kuratif dan preventif. Di samping bahwa ini harus dijadikan pelajaran pahit, sejarah pengingat yang tidak boleh dilupakan insan olahraga maupun seluruh anak bangsa ini.
Langkah Kuratif
Duka tersebab tragedi ini adalah luka yang harus disembuhkan. Meskipun, bekas luka itu tak akan hapus. Bahkan, bagi mereka yang kehilangan anak, suami, atau saudara, luka hati akan dibawa perih sampai mati.
Penegakan hukum adalah salah satu cara kuratif. Panitia yang lalai, yang tidak menyusun dan menjalankan standar operasional dan prosedur, sebelum, di saat, dan sesudah pertandingan, selain wajib secara kesatria maju dengan pertanggungjawaban, juga wajib diproses hukum. Lembaga disiplin dan penegak hukum harus turun tangan.
Demikian pula dengan aparat penegak hukum serta aparat yang bertugas menjalankan pengamanan. Diskresi penting bagi keleluasan bertindak dalam menjalankan kewajiban bagi aparat. Namun, penggunaan diskresi yang tanpa akal sehat, sehingga berujung pada kesewenang-wenangan, adalah bentuk dari kegagalan sistem komando.
Kejelasan dan pelaksanaan standar kerja dan prosedur penanganan, yang biasanya ditegaskan oleh pimpinan satuan pengamanan, dipastikan dalam jalur komando itu. Jika dalam proses investigasi ditemukan kelalaian atau tindakan yang tidak sesuai, keseluruhan sistem itu harus dievaluasi.
Sebagai sebuah pelajaran serta bagi perbaikan sistem, restrukturisasi di mana di dalamnya ada demosi, bahkan proses hukum terhadap aparat wajib dilakukan. Tidak ada yang kebal hukum.
Langkah Preventif
Ketika masih secara aktif mengurus sepak bola, di PSSI mapun klub, pengelolaan suporter adalah salah satu tantangan yang tidak mudah. Memastikan pendukung dan penonton tertib, di dalam maupun di luar stadion, memerlukan kerja keras, strategi, dan konsistensi khusus.
Bahkan, tidak ada yang bisa memastikan 100 persen akan jalan seperti yang digariskan. Kalau bukan kekerasan dalam skala kecil, vandalisme dan sampah sering kali tak bisa dihindarkan.
Pengorganisasian suporter dan menjadikan mereka sebagai ujung tombak ketertiban, keamanan, dan kebersihan adalah salah satu alternatif. Orang bisa bertanggung jawab ketika memiliki ruang untuk menjalankan tanggung jawab tersebut.
Dengan mendapatkan ruang untuk mengorganisasi diri, menyusun program, dan langkah-langkah serta menjalankan itu semua di lapangan –di luar maupun dalam stadion– para suporter dengan sendirinya di-wongke, dihargai sebagai manusia yang memiliki akal budi, hak, dan kewajiban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: