Ruang 48

Ruang 48

Dahlan Iskan dicegat sejumlah media usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi pembelian LNG Pertamina.--

SAYA terlalu cepat tiba: 09.15. Kemarin KPK memanggil saya pukul 10.00. Lalu lintas tidak terlalu padat. Dari SCBD ke Gedung Merah Putih hanya 25 menit.

Di depan KPK mobil harus berhenti di pinggir jalan. Hanya mobil khusus yang bisa masuk sampai teras. Saya pun turun di pinggir jalan itu.

Saya lihat sejumlah wartawan sudah berkumpul di teras. Siap dengan kamera mereka.

Lalu terlihat mobil Kompas TV baru tiba. Wartawannya buru-buru turun dari mobil. Ia bergegas menggotong kamera dan kabel-kabel.

Saya memperlambat langkah. Saya pernah merasakan bagaimana wartawan ketinggalan event. Toh jadwal pemeriksaan masih lama.

Saya pun duduk di pembatas kolam. Melayani teman-teman wartawan. Tidak satu pun saya kenal. Generasi sudah berkali berganti. Tentu saya tidak bisa menjawab pertanyaan mereka. Saya kan belum diperiksa.

Meski masih terlalu pagi saya masuk gedung KPK. Mendaftar sebagai tamu di ruang lobi. Meninggalkan KTP dan mendapatkan kalung tanda tamu. Dengan kalung di leher saya naik empat tangga. Saya coba naik sambil berlari. Sekalian tes sepatu baru.

"Sambil olahraga ya, Pak," sapa petugas di situ.

Tiba di atas, terlihat dua sofa cukup untuk dua orang. Dua buah. Dua-duanya terisi orang berompi oranye bertulisan tahanan. Yang satu sedang bicara lirih dengan orang berbaju batik. Satunya lagi  bisik-bisik tiada henti dengan orang juga berbaju batik di sebelahnya.

Saya tidak tahu siapa yang berompi oranye itu. Masih muda. Yang berbaju batik itu kelihatannya pengacara mereka.

Saya ingin tahu mereka. Tapi saling bisik itu terlihat intens. Saya tidak ingin mengganggu. Saya pun duduk di sisa sofa yang masih cukup untuk duduk mepet.

Petugas menyapa saya: HP, dompet, dan apa pun yang saya bawa diminta dimasukkan loker. Kunci loker saya bawa. Lalu saya mengisi daftar tamu. Petugas di meja tamu itu perempuan berjilbab hitam. Masih muda.

Masih terlalu pagi. Saya diminta menunggu. Sambil memperhatikan rompi oranye: siapa tahu bisa dapat kesempatan bertanya. 

Bisa.

"Ini pengacara kalian?" tanya saya sambil menunjuk yang berbaju batik.

"Iya," jawabnya.

"Oh...boleh didampingi pengacara?"

“Hari ini sidang pertama. Sidangnya di Semarang. Pakai sistem online," kata pengacara itu. "Kami akan minta terdakwa dibawa ke Semarang. Belum tahu bisa atau tidak," tambahnya.

"Kenapa sidangnya di Semarang?"

“Perkaranya di Jawa Tengah," jawabnya.

"Perkara apa ya?“

“Pembangunan rel kereta api layang dari Stasiun Jebres Solo ke arah Semarang," jawabnya.

Oh, saya tahu. Perkara yang tersangkanya sekitar 10 orang itu. Yang sebagian besar staf di Kementerian Perhubungan.

Tibalah waktunya saya diperiksa. Yakni sebagai saksi untuk seorang tersangka soal pembelian gas/LNG dalam jumlah besar.

"Di kamar 48," ujar petugas memberi tahu di mana pemeriksaan terhadap saya dilakukan.

Saya pun melangkah ke arah koridor panjang. Ada kamar-kamar di sepanjang koridor itu. Ada nomor kamar yang ditulis cukup besar di setiap pintunya. Angkanya sebesar telapak tangan.

Tiba di bagian tengah koridor saya belok kiri. Masuk koridor pendek yang berisi 6 kamar. Di situlah kamar 48.

Kalau saya tidak belok kiri, masih banyak kamar di sepanjang koridor lanjutan.

Saya longok dari jauh: kamar paling ujung sana nomornya 78. Berarti di situ saja ada 78 kamar pemeriksaan.

Saya masuk kamar 48: pintu yang menutup itu saya dorong. Ada meja besar panjang di kamar itu. Masih kelihatan baru. Bersih. Terang. Warna krem muda.

Meja itu panjang sekali. Dari dinding kiri sampai dinding kanan. Tidak ada sela untuk lewat.

Sebenarnya ada. Bagian ujung meja itu bisa dilipat ke atas, untuk lewat. Tapi memang tidak ada orang yang perlu lewat situ.

Saya pun duduk di kursi hitam bersandaran sebahu yang bisa digeser-geser. Sebelah kursi ini ada satu kursi berangka stainless steel yang agak kecil. Mungkin untuk tempat duduk pengacara.

Meja itu sendiri hanya diisi satu set komputer PC. Lengkap dengan keyboard-nya. Selebihnya kosong.

Di seberang saya ada satu kursi bersandaran tinggi, lebih tinggi dari kepala. Rupanya di kursi besar itu nanti pemeriksa saya duduk.

Sepuluh menit kemudian saya masih sendirian di kamar itu. Memang belum jam 10.00.

Saya tahu waktu dari jam dinding digital. Jam itu dipasang di dinding belakang tempat duduk saya. Tapi saya bisa menatapnya lewat kaca cermin besar yang posisinya di belakang kursi pemeriksa. Tentu posisi angkanya terbalik. Kadang sulit membedakan mana angka 5 dan angka 2. Secara digital, dua angka itu mirip sekali.

Sambil menunggu waktu, saya mencari tahu di mana letak kamera monitor di ruang itu.

Di dinding tidak ada.

Di plafon ada kisi-kisi penyedot udara, kisi-kisi AC, neon panjang dua buah, sprinkle pemadam kebakaran, pendeteksi asap, dan satu benda warna biru mirip lampu.

Mungkin yang terakhir itu berisi kamera.

Tak lama kemudian pemeriksa masuk. Lewat pintu di belakang kursi pemeriksa. Ia membawa banyak dokumen. Fotokopi. Diletakkan di meja. Rupanya meja ini perlu besar, dan panjang, untuk membeber dokumen di situ.

Saya diminta mempelajari dokumen-dokumen tersebut. Tahunnya 2009, 2010, 2011, dan seterusnya. Tanda tangan saya ada di situ. Baik sebagai dirut PLN maupun sebagai menteri BUMN.

Saya tersenyum kecil. Ada yang agak lucu. Bentuk tanda tangan saya ternyata berubah.

Sewaktu jadi dirut PLN, tanda tangan saya sederhana sekali. Sangat mudah untuk ditiru.

Waktu sebagai menteri BUMN, tanda tangan saya lebih rumit.

Saya pun ingat: ada yang mengingatkan saya saat itu. ”Bapak sekarang jadi menteri. Tanda tangannya tidak boleh lagi mudah ditiru,” kata orang itu. Saya lupa siapa yang menyarankan itu, tapi sarannya saya turuti.

Selama lima jam pemeriksaan, saya menghabiskan tiga gelas air putih. Saya ditawari teh dan kopi, tapi pilih air putih hangat. 

Tengah hari saya diberi makan siang: nasi kotak. Saya intip isinya: nasi, ayam goreng besar (seperempat potong), tahu, tempe, sambal, dan lalapan. Lalu, saya tutup lagi.

Saya tidak ingin makan. Sudah terlalu gemuk. Tapi, akhirnya saya ambil tahunya. Setengah jam kemudian saya ambil tempenya. Satu jam berikutnya saya ambil ayam gorengnya.

Hasil pemeriksaan pun saya tanda tangani. Saya lirik jam di kaca cermin: 15.05.

Saya masih beberapa waktu lagi di ruang sekitar 3,5 x 3 meter itu.

Begitu keluar gedung, wartawan jauh lebih banyak. Muda-muda. Tidak ada yang saya kenal. Generasi sudah ganti-berganti.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 14 September 2023: Hilirisasi Kristalina

Agus Suryono
EMBOEN DI JAKARTA.. "Tumben. Sore begini, kok di Jakarta ada emboen.." "Sst. Itu bukan emboen. Itu polusi..". "Wah, itu gara-gara IMF..". "Lho kok bisa..?" "Gara-gara IMF, di kita jadi banyak pabrik. Dan banyak polusi juga".. ###Ah, itu sih ilmu "gathuk" bin "cocokologi"..

mzarifin umarzain
Hilirisasi Kristalina. Gilirisasi Kristalina. Kristalina jadi piala bergilir? Tamu2 terhormat bergiliran menemui nya. Kapan para komentator CHD beroleh giliran ditemui nya?

Jokosp Sp
Abah mbahas sisi mata uang logam hanya dua sisi. Maaf sepertinya masih kurang teliti. Padahal ada satu sisi lain, sisi pembatas antara angka dan gambar. Coba cari uang logam bekas kerokan kalau masih ada ( uang benggol zaman Belanda )...wkwkkkkk. Atau jangan-jangan sudah "pikun", maaf yang ini bahasanya Pak Pry yang tak pinjam sebentar. Admin boleh delete kalau tidak berkenan. Atau karena sudah tidak pernah nyentuh uang seribuan yang kecil itu ( harga ongkos produksi logamnya untuk jadi uang ya seribu itu ). Kan sekarang isi di dompet kartu ATM, dan buat mbayar-mbayar sudah cukup pakai Q-Ris di HP. Model uang logam seribuan yang masih merlukan ya kita-kita ini, buat angsulan ( kembalian ) saat jual beli di toko. Malah kadang-kadang harus nukar ke tukang parkir untuk cari yang seribu atau dua ribuan.

Mirza Mirwan
IMF itu seperti koperasi simpan pinjam. Benar, lho. Lha wong dana yang dikelola IMF, yang dipinjam-pinjamkan, itu setoran dari anggotanya yang berjumlah 189 negara, kok. Setoran itu dikonversi menjadi SDR -- special drawing rights (hak penarikan khusus). Itu semacam "mata uang" IMF. Semakin besar SDR yang dimiliki suatu negara semakin besar pula kekuatan negara tersebut dalam menentukan kebijakan IMF. Saat ini Indonesia punya SDR 4.648,4 juta. Itu setara Rp93,9 triliun. Tetapi kekuatan suara Indonesia hanya 0,95%. Bandingkan dengan AS yang 16% lebih, atau Jepang dan Tiongkok yang masing-masing di atas 6%. Biasanya IMF itu membuat syarat njlimet yang harus dipenuhi oleh negara yang akan diberi pinjaman. Kalau ada kesanggupan untuk memenuhi syarat itu -- dengan menandatangani LOI -- barulah pinjaman dicairkan. Celakanya, waini, syarat yang ditentukan IMF itu terkadang bukan resep yang manjur, tapi justru menambah parah penyakit. Luka di kaki kena paku karatan mestinya cukup dengan suntikan anti tetanus dan obat antibiotik, eh, disarankan untuk diamputasi. Indonesia pernah menerima resep yang keliru seperti itu. Indonesia sudah tak punya utang ke IMF, meski punya SDR Rp93,9 triliun. Jadi tak ada keharusan Indonesia untuk menuruti apa maunya IMF. Tabik.

Juve Zhang
Oktober ini 60 pemimpin negara sudah ok akan datang ke Beijing .mearayakan 10 tahun BRI atau OBOR. Pusat Duit Dunia sudah pindah ke Beijing. Iran mau bangun Bandara besar gak ada dana cukup ketok pintu rumah Om Xi .di Beijing .ACC di bangunkan sampai jadi Bandara megah.bayar pake minyak mentah Iran. BRI jadi solusi bagi negara berkembang yg sulit dana tapi ingin bangun infrastruktur. ImF mana bisa minjam duit dibayar minyak.? Wkwkkwkk. Itulah kekuatan Duit Om Xi. Dolar nya bertumpuk tumpuk .daripada dibelikan Hutang pinjaman ke Amerika lebih baik di pinjamkan ke negara berkembang.maka beijing stop beli surat hutang Amerika ganti di pinjamkan untuk infrastruktur.ternyata Dolar nya masih numpuk juga.akhirnya ke swiss belanja Emas Gelondongan sebulan shopping 600.s.s 800 ton emas. Swiss pusat Grosis Tanah Abang nya Emas.jika anda banyak dolar silakan ke swiss. Dulu "sesepuh" kita juga nyimpan Tabanas di bank sana. Wkwkkwkk

Lagarenze 1301
Saya tak habis pikir, bagaimana proses kreatif hingga muncul komentar gacor dan bernas dari Pak Mirza Mirwan, Ko Liam Then, Ko Juve Zhang, Om Agus Suryono, dan banyak lainnya yang namanya tak bisa saya sebut satu per satu, di kolom komentar CHD ini? Apapun topik yang ditulis Pak Dis, para komentator bisa membahasnya dan banyak ide-ide inspiratif yang mengemuka. Dari ekonomi, politik, kecantikan 5i, bahkan hingga teknologi bambu untuk jalan tol. Apakah mereka pakai ChatGP? Pasti tidak. Pasti karena kemampuan berpikir mereka yang di atas rata-rata, wawasan yang luas, referensi yang banyak, dan basis keilmuan yang dalam. Mau banget seperti mereka. Kalaupun tidak bisa, cukuplah dengan menikmati komentar-komentarnya di CHD ini. Serasa jadi pintar juga.

Fiona Handoko
selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp prof pry, bp jokosp dan teman2 rusuhwan. asiong menelpon kantor. dan berkata "bpk boss. maaf. saya hari ini tidak bisa masuk kerja. badan saya sakit. kepala, perut, pundak, kaki, lutut. sakit meriang semua. saya tidak sanggup kerja." boss menjawab "kamu tahu asiong. saya sangat membutuhkanmu hari ini. ketika saya sakit seperti itu. saya akan mendatangi istri saya, dan mengajaknya untuk bercinta. itu membuat segalanya lebih baik, dan saya bisa bekerja. coba kamu lakukan saja cara itu." 2 jam kemudian. asiong telpon lagi." bpk boss. saya sudah melakukan apa yg anda sarankan. dan benar. saya merasa sehat luar biasa sekarang. saya akan segera masuk kerja. btw, whirlpool di kamar mandimu airnya kencang sekali"

Xiaomi A1
Pada peringatan HUT RI-78 di istana negara lalu, Kaesang Pangarep berhasil memperoleh hadiah sepeda dari Presiden Jokowi..kepada awak media, Kaesang mengatakan akan memberikan sepeda tsb kepada Bapaknya.. Hari ini Kaesang datang ke Sutos untuk membeli sepeda wdnsdy, langsung 2 unit, yg 1 untuk istrinya-Erina Gudono.. Saya jadi penasaran, apakah Abah DIs sudah pernah diberikan sepeda oleh Mas Aza...wkwk

Johannes Kitono
Citilink - Panas. Pagi ini 08.30 dari Sanggau ke Pontianak via Simpang Ampar.Non stop 3,5 jam atau jam 12.00 sudah tiba Pontianak.Masih sempat makan Bakmi Atie yang terkenal dengan Cingkong Kepiting.Ada wa Citilink bahwa tiga jam sebelum boarding harus tiba di Bandara.Itu pasti salah. Tiba bandara jam 13.00 ternyata counter baru buka jam 14.10. Harus tunggu satu ham lebih.Udara Pontianak tidak ramah, sekitar 32 atau 33 C. Selesai check in ke lounge Garuda,konyol sudah ditutup tanpa kasih tahu. Kalau ke Lounge Blue Sky harus keluar lagi lewati sekuriti. Buka tali pinggang dsb.nya sangat merepotkan penumpang.Mampir ke Indomaret cari minuman dingin. Maaf pak kulkasnya sedang rusak, kata petugas. Terpaksa beli Orange water yang tidak dingin. Sambil duduk didepan fan menunggu boarding ke Jakarta.. Kepada manteman yang mau ke Pontianak hari-hari begini. Jangan lupa bawa kipas angin portable. Semoga ac Citilink QG 415 normal dan bisa tiba Jakarta tanpa harus mandi Sauna.

Mukidi Teguh
Dulu Nauru, sebuah negara di tengah samudera pasifik, menjadi negara kaya raya dan dielu-elukan karena tambang fosfatnya. Tetapi hanya dalam masa beberapa puluh tahun, kisah manis itu berakhir pilu. Tinggallah sekarang lubang tambang yang menganga dan masyarakat asli yang miskin. Para pengusaha yang mungkin sebagian besarnya dari luar Nauru tentunya tak lagi tertarik dengan pulau itu, dan melanjutkan hidup dengan bisnis yang lain, sembari menikmati hasil dari usaha mereka dulu mengeruk fosfat di setiap sudut Nauru. Contoh ini nyata dan terjadi persis di abad kita, bukan sejarah masa lampau yang mungkin banyak diselimuti dongeng. Tapi seperti biasa, kita bangsa manusia sulit mengambil pelajaran. Kita masih terus mengulang cerita itu, dengan topik yang lain: kayu, batubara, emas, nikel, silika, dan sebagainya.

Wilwa
Di China kenakalan konglomerat semacam itu tak terjadi. Mengapa? Karena 99 persen transaksi harus lewat salah satu dari lima bank pemerintah. Bank swasta apalagi asing sangat dibatasi operasinya. Mungkin inilah warisan terbaik dari sistem sosialis alias komunis. Dimana pemerintah menguasai sektor perbankan secara hampir mutlak. 

Er Gham
Beberapa kebijakan IMF memang membuat Indonesia semakin terpuruk. Yang berhasil salah satunya adalah reformasi perbankan. 

Er Gham
Tahun 2001, jika tidak keliru, Kristalina ini minta Bank Indonesia periksa semua kredit konglomerat di Indonesia. Apakah ada unsur pelanggaran ketentuan BI dalam pemberian kredit sebelum krisis. Jangan lupa, krisis ekonomi tahun 1998 itu ada andil 'kenakalan' perbankan beserta para konglomerat itu. 

imau compo
Kebetulan saya baru dapat buku Murat Yulek, How Nations Succeed. Belum dibaca, tapi karena CHD hari ini bersesuaian, saya tulis ekstrak yang sempat saya baca. Ini butir-butir yang sempat terekstrak. 1. Perdagangan internasional hanya melanjutkan pola kolonialisasi, dimana negara maju "memaksa" negara berkembang memproduksi barang atau jasa yang mereka butuhkan dengan harga yang semurah-murahnya. 2. Proses industrialisasi dimulai dari beli, rawat, imitasi dan inovasi utk dijual. 3. Murat menuliskan best practice Korea yang membangun kemampuan energi nuklirnya yang berawal dari pembelian kilang nuklir utk kebutuhan energinya kemudian mengubahnya menjadi komoditi ekspor. 4. Industri Manufaktur adalah pilihan kebijakan yang baik tapi industri jasa merupakan sumber lapangan kerja. Manufaktur adalah sumber teknologi, produktivitas dan inovasi. Baik negara maju maupun negara berkembang membutuhkan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi. Manufaktur dapat membantu keduanya dengan cara yang berbeda. 5. Kebijakan industri dan Kebijakan Industri (umum) bukanlah dua hal yang sama. Kebijakan industri umum akan membuang-buang sumber daya pada tahap III dan IV karena penyebarannya terlalu sedikit. Kebijakan industri terfokus diperlukan untuk membantu suatu negara untuk berpindah dari tahap II ke tahap III. Karena sebagian besar negara di dunia berada pada tahap I dan II, maka pengambil keputusan harus menyadari perbedaan ini.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 155

  • ghazian faris
    ghazian faris
  • Agustinus Marampa
    Agustinus Marampa
  • Maudy Rahma
    Maudy Rahma
  • Wardatul Ahadiyah
    Wardatul Ahadiyah
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • Hendro Waluyo
    Hendro Waluyo
  • Febydaneila
    Febydaneila
  • Imro'atul Mufidah
    Imro'atul Mufidah
  • ROSYIDA ISTI'ANA
    ROSYIDA ISTI'ANA
  • Maudy Rahma
    Maudy Rahma
  • Atika Rochma Sari
    Atika Rochma Sari
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
  • zahrotul habibah
    zahrotul habibah
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
  • Er Gham
    Er Gham
  • Mahmud Al Mustasyar
    Mahmud Al Mustasyar
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
    • Amat K.
      Amat K.
    • Liam Then
      Liam Then
    • Liam Then
      Liam Then
    • Udin Salemo
      Udin Salemo
  • daeng romli
    daeng romli
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
    • Amat K.
      Amat K.
    • Udin Salemo
      Udin Salemo
  • Liam Then
    Liam Then
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Liam Then
    Liam Then
    • Kang Sabarikhlas
      Kang Sabarikhlas
    • Liam Then
      Liam Then
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
    • Amat K.
      Amat K.
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • Amat K.
      Amat K.
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
  • Xiaomi A1
    Xiaomi A1
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Xiaomi A1
      Xiaomi A1
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
    • Johannes Kitono
      Johannes Kitono
    • Jo Neca
      Jo Neca
  • Kang Sabarikhlas
    Kang Sabarikhlas
    • Liam Then
      Liam Then
    • Xiaomi A1
      Xiaomi A1
    • Liam Then
      Liam Then
  • DeniK
    DeniK
  • KEY
    KEY
  • Eyang Sabar56
    Eyang Sabar56
  • Fa Za
    Fa Za
  • imau compo
    imau compo
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
    • DeniK
      DeniK
    • Mahmud Al Mustasyar
      Mahmud Al Mustasyar
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • ulul azmi
      ulul azmi
  • Amat K.
    Amat K.
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • Yuli Triyono
    Yuli Triyono
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • Azwar Anas
    Azwar Anas
  • Alex Ping
    Alex Ping
  • Amat K.
    Amat K.
  • pendatang baru
    pendatang baru
  • Yellow Bean
    Yellow Bean
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Yellow Bean
      Yellow Bean
    • imau compo
      imau compo
  • Jimmy Marta
    Jimmy Marta
  • Jo Neca
    Jo Neca
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • ahmad Tajudin umar
    ahmad Tajudin umar
  • siti asiyah
    siti asiyah
    • siti asiyah
      siti asiyah
  • thamrindahlan
    thamrindahlan
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
    • Ahmad Zuhri
      Ahmad Zuhri
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
    • Amat K.
      Amat K.
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Gregorius Indiarto
      Gregorius Indiarto
  • adi ya adi
    adi ya adi
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • Mirza Mirwan
    Mirza Mirwan
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
    • DeniK
      DeniK
  • ACEP YULIUS HAMDANI
    ACEP YULIUS HAMDANI
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
  • KawaiChoco _003
    KawaiChoco _003
  • agyan
    agyan
  • ulul azmi
    ulul azmi
    • Komentator Spesialis
      Komentator Spesialis
    • KEY
      KEY
  • Mulia Rezq
    Mulia Rezq
  • Amat K.
    Amat K.
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • Amat K.
      Amat K.
  • nur cahyono
    nur cahyono
  • Er Gham
    Er Gham
  • Amat K.
    Amat K.
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Muhammed Khurmen
    Muhammed Khurmen
    • Komentator Spesialis
      Komentator Spesialis
    • Muhammed Khurmen
      Muhammed Khurmen
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • Mukidi Teguh
    Mukidi Teguh
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • alasroban
    alasroban
    • alasroban
      alasroban
  • Guslurah
    Guslurah
    • Azza Lutfi
      Azza Lutfi
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • yulian yulian
    yulian yulian
  • Legeg Sunda
    Legeg Sunda
  • rid kc
    rid kc
  • Kang Sabarikhlas
    Kang Sabarikhlas
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • Azza Lutfi
      Azza Lutfi
  • mzarifin umarzain
    mzarifin umarzain
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • mzarifin umarzain
    mzarifin umarzain
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • MULIYANTO KRISTA
    MULIYANTO KRISTA
    • Agus Suryono
      Agus Suryono

Berita Terkait