Kenapa Sih Bogor Disebut Kota Hujan? Ini Kata Ahli IPB

Kenapa Sih Bogor Disebut Kota Hujan? Ini Kata Ahli IPB

Kota Bogor-Dijuluki Kota Hujan-Himpunan Planologi ITS

Bahkan, ia menyampaikan bahwa tidak ada dampak negatif yang ditimbulkan dari fenomena alam ini.

“Sisi positif tingginya hujan pastinya lebih banyak. Masyarakat lebih teredukasi terkait karakter curah hujan di wilayah Bogor dibanding dengan wilayah lain dan bagaimana menyikapi kondisi yang ada,” paparnya.

Terkait longsor dan banjir yang sering terjadi di beberapa wilayah di Bogor, ia menegaskan bahwa hal itu bukan karena dampak negatif terjadinya hujan, melainkan karena alih fungsi lahan.

“Pembangunan di daerah resapan serta membangun tanpa memperhatikan karakteristik dan kondisi wilayah menjadi penyebab terjadinya longsor dan banjir. Bogor dikenal sebagai Kota Hujan tidak hanya sekarang ini, tetapi sudah semenjak zaman VOC bahkan sejak Kerajaan Pajajaran, tapi dahulu tidak terjadi longsor dan banjir, berarti ada kesalahan yang terjadi,” urainya.

Meski demikian, Sonni menyebut bahwa frekuensi hujan di Kota Bogor dalam beberapa dekade terakhir justru mengalami penurunan.

“Data menunjukkan frekuensi hujan di Bogor menurun dalam beberapa dekade terakhir. Namun intensitas hujan deras meningkat. Hal ini dikaitkan dengan perubahan iklim global dan alih fungsi lahan di Bogor,” ujarnya.

BACA JUGA:Viral Banjir Merendam Kawasan Hek Kramat Jati Pagi Ini, Ini Kata Heru Budi

Bogor Juga Banyak Petir

Selain memiliki curah hujan yang cukup tinggi hampir sepanjang tahun, Bogor juga dikenal sebagai wilayah dengan hari petir terbanyak seperti dilansir oleh Guinnes World of Record pada tahun 2019.

Kombinasi antara tingginya curah hujan yang melimpah dan frekuensi petir yang tinggi memperkuat reputasi Bogor sebagai salah satu kota dengan aktivitas petir terbanyak di dunia.

“Petir merupakan salah satu fenomena dalam badai guruh (thunderstorm) berupa kilatan yang terjadi di dalam awan cumulonimbus. Awan cumulonimbus ini terbentuk akibat adanya gerak konvektif, yakni saat parsel udara lembab bergerak vertikal ke atas akibat gaya apung,” jelas Sonni.

Selama proses tersebut, lanjutnya, udara lembab kemudian mengalami pendinginan dan pada akhirnya mengubah uap air dalam parsel udara lembab ini menjadi awan.

“Kumpulan awan konvektif ini bergabung membentuk awan cumulonimbus, dan inilah yang menyebabkan terjadinya badai guruh,” tuturnya.

Dia memaparkan bahwa gerak konvektif ini tidak bisa terjadi secara spontan, perlu pengaruh (forcing) eksternal yang memberikan impuls bagi parsel udara lembab agar dapat bergerak konvektif.

BACA JUGA:Ternyata Masih Ada 8 RT di Jakarta Barat yang Terendam Banjir, Cek Info dari BPBD DKI

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads